Bagi banyak pihak, penahanan ini dianggap sebagai bentuk kriminalisasi terhadap guru yang tengah menjalankan tugasnya.
Mogok Belajar dan Aksi Solidaritas
Tak lama setelah penahanan ini, respons dari kalangan pendidikan pun menguat. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kecamatan Baito bersama para kepala sekolah TK, SD, dan SMP se-Kecamatan Baito segera mengadakan rapat darurat pada Sabtu, 19 Oktober 2024.
Dalam pertemuan yang berlangsung di Aula Kantor Koordinator Wilayah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan Baito, mereka menyepakati beberapa langkah penting sebagai bentuk dukungan terhadap Ibu Supriyani.
Salah satu langkah paling drastis yang diambil adalah aksi mogok belajar di semua sekolah di Kecamatan Baito.
Dari tingkat TK hingga SMP, seluruh sekolah sepakat untuk menghentikan kegiatan belajar-mengajar mulai Senin, 21 Oktober 2024, hingga ada keputusan resmi terkait penangguhan penahanan Ibu Supriyani.
Aksi ini tidak hanya menjadi bentuk protes, tetapi juga upaya untuk menunjukkan solidaritas terhadap guru yang dianggap mengalami ketidakadilan.
Selain itu, PGRI dan para kepala sekolah memutuskan untuk tidak menerima siswa yang terlibat dalam masalah ini, termasuk siswa yang menjadi saksi.
Keputusan ini menunjukkan betapa seriusnya mereka dalam mempertahankan martabat dan hak seorang guru di tengah ancaman kriminalisasi.
Tuntutan Pembebasan Ibu Supriyani
Tak berhenti di situ, PGRI juga menuntut agar Ibu Supriyani segera dibebaskan dan dikembalikan ke sekolah.
Mereka menganggap bahwa tindakan penahanan ini tidak hanya merugikan guru tersebut, tetapi juga mencoreng profesi guru secara keseluruhan.