Penghargaan Terhadap Budaya Bukan Sekadar Kenakan Pakaian Adat dan Gelontorkan Anggaran Saja

  • Bagikan
Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan (Foto: Istimewa)

FAJAR.CO.ID,MAKASSAR — Selama masa kampanye, Calon Gubernur (Cagub) Sulawesi Selatan (Sulsel) mengaku menghargai kebudayaan. Tapi apa sebenarnya pengertian penghargaan budaya dan keragaman bagi mereka?

Di sosial media, para calon mengunggah foto mereka mengenakan pakai adat, bahkan ada yang berfoto bersama masyarakat adat. Unggahan itu dibumbui narasi kepedulian mereka, dan janji jika terpilih Gubernur Sulsel.

Danny Pomanto-Azhar Arsyad sedikitnya mengunggah lima foto di akun Instagramnya dengan simbol pakaian adat. Itu per 29 Agustus 2024, sejak Pasangan Calon (Paslon) itu mencalonkan mendaftarkan dirinya ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga pemungutan suara 27 November 2024.

Empat foto diunggah di akun Instagram Danny @dpramdhanpomanto. Pertama pada 19 September, Danny mengenakan penutup kepala khas Toraja saat meresmikan sebuah gereja di Makassar, lengkap dengan sarung yang dikalungkan di badannya.

Di 8 Oktober, Danny juga mengunggah fotonya saat berada di Toraja. Ia terlihat memakai pakaian khas Toraja, dengan latar belakang rumah tongkonan.

Lalu pada 25 Oktober, Danny mengunggah foto saat berada di kawasan adat Kajang di Bulukumba. Wali Kota Makassar dua periode itu mengenakan pakaian serba hitam, dengan sarung tenun dan penutup kepala khas Kajang.

Kemudian saat 3 November, Danny mengunggah foto menggunakan jas tutup, dengan atasan songkok racca. Penutup kepala khas Bugis.

Di akun Instagram Azhar sendiri @azhar_arsyad, Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Sulsel itu mengunggah poster yang menunjukkan dirinya bersama Danny. Ia mengenakan songkok racca, dan Danny menggunakan penutup kepala khas Makassar yang disebut patonro.

Foto itu berlatar berbagai elemen simbol budaya di Sulsel. Seperti rumah tongkonan, perahu pinisi, dan badik. Diunggah di momen Hari Ulang Tahun (HUT) Sulsel pada 18 Oktober.

Di momen yang sama, Paslon nomor urut dua, Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi turut mengunggah hal serupa. Poster HUT Sulsel dengan foto mereka berdua.

Poster tersebut diunggah di akun Instagram Fatmawati Rusdi @fatmawatirusdi. Paslon itu menggunakan pakaian khas bugis: Sudirman jas tutup, dan Fatmawati baju bodo.

Sudirman sendiri tidak pernah mengunggah foto mengenakan pakaian adat atau suku di Sulsel. Namun pada 10 Oktober, ia berfoto di kediaman Raja Gowa XXXVIII bersama beberapa orang yang mengenakan jas tutup dan patonro.

Dua Paslon itu, memang mengaku menghargai kebudayaan dan keragaman. Itu diungkapkan keduanya saat debat pertama Pilgub Sulsel yang digelar di Hotel Four Point by Sheraton, Makassar, Senin (28/10/2024).

Danny, menggembar-gemborkan rekam jejaknya selama menjadi orang nomor satu Makassar. Ia mengaku telah menciptakan ekosistem dan moderasi yang sangat baik.

Salah satunya pembuatan kapal pinisi dan rumah tongkonan. Kemudian Festival F8 atau Makassar International Eight Festival & Forum. Menurutnya, itu semua wujud kepeduliannya terhadap budaya.

“Kami bangun Rumah Toraja, utuh ada Tedong Bonganya. Sekarang jadi kebanggaan kota Makassar. Kami membangun Pinisi di tengah kota untuk menjadi pelajaran anak-anak kami di Makassar. Bukan hanya itu, kita membuat Festival F8,” beber Danny.

Di sisi lain, Danny menyentil Sudirman yang tidak pernah menghadiri F8 selama ia menjabat Gubernur Sulsel.

“Sayangnya provinsi tidak pernah hadir, di situ kita lihat bagaimana meramu kehebatan budaya kita luar biasa. Budaya Toraja, Bugis, Mandar, dan budaya-budaya lain. Termasuk budaya Kajang, Tolotang, dan budaya lain yang begitu lengkap kita miliki,” ujar Danny.

Sudirman pun menimpali. Sama seperti Danny, ia menggembar-gemborkan rekam jejaknya saat menjabat Wakil Gubernur dan Gubernur Sulsel.

“Selama kita menjabat gubernur. Saya memberikan penganggaran Toraja itu Rp1,1 triliun selama periode kami. Ini salah satu yang terbesar yang ada di Sulsel selama ini,” kata Sudirman.

Ia juga mengungkit subsidi penerbangan menuju Toraja. Serangkaian hal tersebut, dinilainya sebagai bagian dari kepedulian terhadap budaya dan keberagaman.

“Apakah itu kemudian mencerminkan bahwa kita tidak memperhatikan bagaimana wilayah-wialayah di Toraja?” ucap Sudirman.

Bagaimana Faktanya?

Klaim Danny dan Sudirman tidak sepenuhnya keliru. Tapi apakah semuanya benar?

Danny pada 2023 meresmikan dua kapal pinisi. Itu program Dinas Pariwisata Makassar yang menghabiskan anggaran Rp7,9 miliar.

Letaknya di Center Point of Indonesia atau CPI, Makassar. Di lokasi yang sama, ada juga rumah tongkonan yang dimaksud Danny.

Begitu pula dengan F8, PT F8 bekerja sama dengan Pemkot Makassar tiap tahunnya menggelar festival itu dengan memberi ruang pada kebudayaan lokal untuk ditampilkan. Selama Sudirman menjabat Gubernur Sulsel, ia tak pernah sekali pun menghadiri acara tersebut.

Sementara pengakuan Sudirman menggelontorkan anggaran Rp1,1 triliun untuk pembangunan Toraja dan subsidi penerbangan, memang kerap ia dengungkan. Beberapa sumber menyebut Pemprov Sulsel kerap mengucurkan bantuan keuangan ke Toraja maupun Toraja Utara.

Misalnya di 2022 bantuan keuangan Rp20 miliar pada Toraja Utara. Lalu Rp8 miliar di 2023.

Kemudian untuk Tana Toraja, bantuan keuangan Rp22,5 miliar pada 2022. Di 2023 senilai Rp31,2 Miliar.

Pada dasarnya, apa yang disampaikan Danny dan Sudirman benar. Program yang dimaksud ada, dan anggaran yang digelontorkan pun ada.

Namun inilah dalam komunikasi politik dimaksud dengan glittering. Membungkus sesuatu dengan kemasan yang sangat bagus, tapi sebenarnya tidak demikian.

“Glittering itu membumbui suatu yang biasa saja sehingga terkesan hebat,” kata Pengamat Politik Andi Ali Armunanto.

Menurut Budayawan Halilintar Lathief, penghargaan terhadap budaya tidak sekadar mengenakan pakaian adat dan menggelontorkan anggaran saja.

Ia menganggap Danny dan Sudirman sama saja. Sama-sama punya rekam jejak yang tidak bagus dalam aspek kebudayaan dan keberagaman.

Selama masa Pilkada 2024, Halilintar melihat keduanya kerap menebar citra seolah peduli kebudayaan. Misalnya dengan menggunakan pakaian adat dan menggunakan kata-kata berbahasa daerah.

“Ya jualannya pakaian baju adat, kata-kata mutiara bahasa daerah. Biasanya begitu kan. Itu aja,” kata Halilintar saat diskusi bersama jurnalis di Sekretariat Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar, 24 November 2024.

Pengertian kebudayaan bagi politisi tersebut, dinilainya tidak menyeluruh. Hanya sekadar simbolik saja. Seperti berapa masjid yang sudah dibantu, dan berapa orang yang telah dinaikkan haji.

“Salah satu calon gubernur. Itu merasa bangga karena sudah membantu sekian miliar kebudayaan. Jadi dia pemikirannya, kalau saya sudah bantu sudah ok,” terangnya.

“Padahal yang harus diciptakan adalah ekosistem kebudayaan itu. Bagaimana lingkungan, kepercayaan, ekonomi dan sebagainya. Jadi satu kesatuan holistik. Selama ini kebudayaan itu dicincang-cincang. dipilah-pilah,” tambahnya.

Hal tersebut dinilainya bukan tanpa alasan. Membangun kebudayaan, tidak sama dengan membangun infrastruktur.

“Kebudayaan itu tidak seksi untuk dijual. Kenapa? Karena proses kebudayaan itu minimal 25 tahun baru nampak. Panjang. Proses non fisik ini 25 tahun baru nampak hasilnya secara non stop,” jelasnya.

Ali Armunanto menyebut, itulah alasan kenapa politisi menebar citra kepeduliannya saat masa kampanye. Ia seolah ingin menyamakan nilai dirinya dengan seluruh pihak.

“Ini yang disebut homofili, komunikasi politik yang seolah bersimpati pada kelompok masyarakat tertentu, supaya menimbulkan kesamaan nilai,” jelas Ali.

Tujuannya, agar bisa menggaet suara. Namun jika terpilih, kenyataannya berbeda.

“Nilai itu kemudian yang dieksploitasi,” pungkas Dosen Universitas Hasanuddin itu.
(Arya/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan