Kesulitan hidup terjadi di semua kalangan termasuk kelas menengah yang selama ini dimanjakan dengan kemewahan dan kemudahan dari kemajuan perekonomian China.
Keadaan ekonomi di China hampir tiga tahun terakhir seperti sedang mengalami angin badai. Hampir setiap waktu selalu ada laporan buruk dari dunia usaha. Mulai dari perusahaan sangat besar sampai usaha kecil tutup. Social unrest terus mengintai seperti burung Hering menatap buruannya yang sekarat.
Pusat perbelanjaan mewah seperti kuburan walau banyak barang di obral murah. Restoran, kafe sampai kantin penjual makanan pun yang biasa penuh oleh pegawai saat makan siang sepi karena mereka membawa membawa makanan dari rumah.
Daya beli masyarakat anjlok, sehingga terjadi deflasi. Pasar global menciut dan domestik mati suri menjadi pekerjaan rumah berat pemerintah sebelum berubah menjadi krisis kepercayaan. Masyarakat yang masih pegang uang masih enggan berbelanja terlalu cemas dengan resiko yang ada.
Dengan potret seperti itu pertanyaannya ada apa dengan China? Bagaimana itu bisa terjadi? Padahal strategi selama empat dekade lebih bisa dikatakan sempurna. Pemimpin China berhasil mengatasi Tragedi Tiananmen yang nyaris menjadikan negeri Panda ini berakhir seperti Uni Soviet dan Eropa Timur.
Menurut penulis, bila keadaan domestiknya kondusif dan tidak ada persoalan sistemik, mungkin dampak perang dagang dengan AS tidak sampai parah dan cepat kerusakannya. Bisa di mitigasi dengan penduduk terbesar di dunia dapat menyerap produk yang dihasilkannya, sehingga perekonomian bergerak tanpa deflasi.