“Banyak orang tua yang mulai enggan menyekolahkan anaknya di sini. Saat tahun ajaran baru, pendaftar semakin berkurang,” tambah Nuryanti.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Takalar, Darwis, mengakui pihaknya tidak bisa berbuat banyak karena status tanah yang masih dalam sengketa.
“Seharusnya sejak 2021, sekolah ini sudah mendapat program rehabilitasi dari Dana Alokasi Umum (DAU), tapi karena ada sengketa lahan, prosesnya terhambat,” jelasnya.
Meski demikian, Darwis menegaskan pihaknya telah melakukan upaya mediasi dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk kejaksaan dan ahli waris yang mengklaim kepemilikan lahan. “Dari hasil mediasi, pihak ahli waris sebenarnya tidak keberatan jika lahannya digunakan untuk sekolah, tetapi mereka khawatir akan ada masalah saat penerbitan sertifikat. Namun, sepanjang lahan ini digunakan untuk belajar mengajar, seharusnya tidak ada kendala,” pungkasnya.