Spesifiknya, bila yang ingin dimanfaatkan adalah kolom airnya maka masuk dalam regulasi di wilayah otoritas kementerian KKP untuk tingkat pusat.
Sedangkan untuk tingkat daerah adalah bupati atau dinas terkait.
Nurhasan menjelaskan, pada Pasal 8 PP No. 27 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, diatur kriteria dan persyaratan pendirian, penempatan dan/atau pembongkaran bangunan dan instalasi di laut.
Dikatakan Nurhasan bila ada orang ingin meminta hak atas tanah karena mau menggunakan tanahnya, bukan hanya menggunakan kolom airnya maka dapat dibuka hak atas tanah. Saat dipastikan jenis hak atas tanah yang dapat diperoleh itu dalam bentuk apa saja, dia tegas menjawab bisa mendapatkan bentuk hak atas tanah apapun, baik itu berupa hak milik, HGB, Hak Pakai.
“Dalam bentuk apapun, sesuai dengan tujuan pemanfaatannya dan subjek haknya,” lugas Nurhasan.
Soal kisruh ‘Pagar Laut yang telah mengantongi SHGB’ di wilayah Tangerang dan yang baru ini viral juga ditemukan di Sidoarjo, Nurhasan justru memandang itu sebagai bentuk kelatahan. Padahal, katanya, hukumnya memang memungkinkan dikantonginya SHGB itu.
“Kelatahan kalau di Sidoarjo itu, kalau HGB-nya sudah mau diperpanjang, berati itu sudah 25 tahun yang lalu diberikan. Kenapa harus dipermasalahkan sekarang? Itu kan kelatahan kajian-kajian politis anggota DPR,” tukasnya.
Ia mengungkap, di Pantai Utara Pulau Jawa hingga menyeberang di Pantai Selatan Madura, ada banyak masyarakat yang memanfaatkan perairan pesisir. Mereka melakukan reklamasi, hanya saja cantelan hukum yang digunakan cukup pada ketentuan hukum adat.