"Saya katakan kepada mak comblang saya yang gagal dulu, hadirkan yang satu, yang memberi pelajaran 15 tahun lalu. Kalau tidak hadir, aku tidak ingin memberikan pidato di depan alumni kita," ujarnya dengan nada penuh emosi.
Momen yang ia nantikan pun terjadi. Saat ia bertemu kembali dengan sang gadis yang dulu menolaknya, perasaan haru meliputi mereka.
"Ketemu di Claro, dengan mak comblang, dengan temannya. Dia peluk saya langsung menangis. Ibunya juga peluk saya," kenangnya.
Namun, cerita tidak berhenti di situ. Amran mengungkapkan bahwa suatu ketika ia mengetahui bahwa sang gadis tengah menghadapi kesulitan. Tanpa ragu, ia mengirim bantuan secara diam-diam.
"Aku kirim utusan bantu mereka, kami kirimi box kue. Dia buka di Bali, menangis. Ibunya bertanya, ‘Yang ibu bina dulu dan ibu tolak ini yang berikan dolar dan menyelesaikan masalah kita, Bu,’" tuturnya.
Di akhir ceritanya, Amran menegaskan bahwa pengalaman itu menjadi bagian penting dalam perjalanannya.
"Kenapa? Dia menjadi bagian dari hidupku. Saya berdiri di tempat ini, dia punya kontribusi karena melakukan tekanan cinta yang luar biasa," pungkasnya.
(Muhsin/fajar)