“Sehingga, perubahan anggaran dengan dasar Inpres yang baru saja dikeluarkan oleh Prabowo tidak memiliki dasar hukum, sesat, dan cacat konstitusi,” terangnya.
Selain itu, pemangkasan anggaran itu dianggap bisa membunuh lembaga HAM dan demokrasi, serta mengganggu layanan keadilan. Ia memberi contoh, Komnas HAM, anggaran yang semula ditetapkan sebesar Rp112,8 miliar dipangkas sebesar 46% menjadi Rp 52,1 miliar.
Sedangkan anggaran Komisi Yudisial dipangkas sebesar 54,35% dari anggaran semula Rp 184,52 miliar. Berbanding terbalik dengan naiknya anggaran Polri sebesar 7,34% dari tahun sebelumnya.
“Sebuah institusi yang sering dilaporkan ke Komnas HAM oleh masyarakat karena kasus-kasus pelanggaran HAM,” tegasnya.
Pemangkasan ini berdampak pada ketidak mampuan lembaga pengawas hakim ini mengawasi jalannya persidangan di berbagai daerah. Pemangkasan anggaran juga berdampak pada batalnya seleksi calon hakim agung dan hakim ad hoc Mahkamah Konstitusi yang rencananya diselenggarakan tahun ini.
Pemotongan anggaran juga dilakukan di Kemendiktisaintek yang berdampak pada dipotongnya anggaran riset sebesar 20%, serta Kemendikdasmen yang dipangkas sebesar Rp8 triliun. Di sisi lain tiga institusi penegak hukum–Polri, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung–tidak mengalami pemotongan anggaran berbarengan dengan Kementerian Pertahanan dan Badan Intelijen Negara.
Kdepannya, kemungkinan besar Komnas HAM akan menjadi lembaga pemantauan situasi HAM di Indonesia saja karena geraknya akan dibatasi dengan ketiadaan anggaran. Di sisi lain, KY yang juga merupakan anak kandung Reformasi posisinya akan semakin melemah dalam melakukan pengawasan hakim.