“Iklim peradilan di Indonesia tak ubah akan semakin kental serupa masa Orde Baru yang sarat akan KKN. Dua lembaga ini adalah infrastruktur kunci lembaga negara yang selama ini membantu rakyat. Pemangkasan besar-besaran adalah malapetaka bagi situasi hukum dan HAM di Indonesia yang konsekuensinya akan mengganggu layanan keadilan,” jelasnya.
Tidak hanya itu, tidak adanya pemangkasan anggaran di sektor militer atau Kementerian Pertahanan menunjukkan bahwa Prabowo berupaya untuk mengembalikan negara pada dominasi militer. Dengan tidak bisanya ASN bergerak untuk melakukan pelayanan pada masyarakat, militer akan mengambil peran-peran tersebut di tengah sipil.
“Tentara hari ini tengan membentuk 100 pos baru untuk memaksimalkan program MBG. Ini adalah hasil dari naiknya anggaran Kementerian Pertahanan dari Rp139,27 triliun di tahun 2024 menjadi Rp 155 triliun di tahun 2025,” ujarnya.
Program itu dianggap mematikan ekonomi rakyat karena banyak laporan yang menyatakan bahwa UMKM yang memasak pangan di bawah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi tidak dibayar.
“Di saat bersamaan, program-program ini justru menggandeng perusahaan-perusahaan besar seperti Astra dan GoTo,” ucapnya
Dari manuver pemotongan anggaran lembaga pengawas peradilan dan penegakan HAM tersebut, di saat bersamaan menguatkan peran militer di ranah sipil serta penggelembungan anggaran POLRI, kami melihat bahwa Pemerintahan Prabowo mencoba untuk semakin membunuh demokrasi.
“Ciri khas otoritarianisme menghancurkan hak asasi manusia,” pungkasnya.