Hadis ini menunjukkan bahwa Aisyah RA menunda qadha puasanya hingga bulan Sya’ban (bulan sebelum Ramadan) karena kesibukannya melayani Rasulullah SAW. Hal ini juga menjadi dasar bahwa utang puasa harus segera ditunaikan sebelum Ramadan tiba.
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum seseorang yang menunda qadha puasa hingga melewati Ramadan berikutnya tanpa alasan yang sah.
- Pendapat Mazhab Syafi'i dan Hanbali
- Jika seseorang tidak meng-qadha puasanya hingga Ramadan berikutnya tiba tanpa uzur yang sah, maka ia berdosa dan wajib meng-qadha puasanya serta membayar fidyah.
- Fidyah yang harus dibayarkan adalah satu mud (sekitar 675 gram) makanan pokok (seperti beras) kepada orang miskin untuk setiap hari puasa yang ditinggalkan.
- Pendapat Mazhab Hanafi
- Mazhab Hanafi berpendapat bahwa seseorang yang menunda qadha puasanya hingga melewati Ramadan berikutnya hanya wajib menggantinya tanpa harus membayar fidyah.
Bagaimana Jika Tidak Mampu Mengganti Puasa?
Dalam kondisi tertentu, ada orang yang tidak mampu mengganti puasanya karena sakit yang terus-menerus atau kondisi lain yang tidak memungkinkan untuk berpuasa lagi. Dalam kasus seperti ini, Islam memberikan keringanan berupa fidyah sebagai gantinya.
Allah SWT berfirman:
"Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin…"
(QS. Al-Baqarah: 184)
Para ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan "orang yang berat menjalankannya" adalah orang yang sakit menahun dan tidak ada harapan sembuh, serta orang lanjut usia yang tidak lagi mampu berpuasa. Mereka tidak diwajibkan untuk meng-qadha puasa, tetapi cukup menggantinya dengan membayar fidyah.
Oleh karena itu, bagi siapa saja yang masih memiliki utang puasa, hendaknya segera menggantinya sebelum masuknya bulan Ramadan untuk menghindari beban tambahan berupa fidyah serta agar ibadah Ramadan tahun ini bisa dilakukan dengan hati yang tenang.
(Wahyuni/Fajar)