Daniel Goleman dalam bukunya Emotional Intelligence (1995) menegaskan bahwa kecerdasan emosional dalam komunikasi lebih penting daripada kecerdasan intelektual. Orang akan lebih mengingat bagaimana mereka diperlakukan daripada apa yang dikatakan kepada mereka.
Maka, dalam berbicara, gunakan bahasa yang membangun: bukan "kamu salah", tetapi "mari kita cari jalan tengahnya". Bukan "ini masalah besar", tetapi "ini tantangan yang bisa kita atasi bersama". Dalam setiap diskusi, kasih sayang adalah kunci agar komunikasi tetap sehat.
Berbicara tentang Masa Depan, Bukan Masa Lalu: Maliki Yaumiddin
Seorang komunikator yang hebat tidak menjebak lawan bicara dalam kesalahan masa lalu, tetapi mengarahkan pandangan ke masa depan. Dalam negosiasi atau diskusi, terlalu banyak menyoroti kesalahan yang sudah terjadi hanya akan menciptakan perasaan defensif.
Sebaliknya, berbicara tentang peluang ke depan akan membuka jalan menuju solusi. Dalam dunia bisnis, perusahaan yang fokus pada inovasi daripada menyalahkan kegagalan sebelumnya lebih mungkin bertahan. Begitu pula dalam hubungan sosial—daripada berkata, "Kamu selalu terlambat," lebih baik katakan, "Bagaimana kita bisa memastikan jadwal lebih baik ke depannya?"
Penelitian dari Stanford University menunjukkan bahwa orang lebih responsif terhadap komunikasi yang berorientasi pada masa depan daripada yang berfokus pada kesalahan masa lalu. Maka, dalam komunikasi, fokuskan energi pada solusi, bukan penyesalan.
Berdialog dengan Keterbukaan: Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in