Karena itu pula anak-anaknya menjadi pribadi yang jujur dan menghargai orang tua. Bahkan ketika ada barang penting berserakan, tidak akan diganggu, hanya diamankan. "Dompet tergeletak saja tidak ada yang hilang, biar uang Rp2.000 mereka tidak mau ambil," imbuhnya.
Namun begitu, bukan berarti semua keinginan anak harus dituruti. Dia punya kesepakatan, jika ibu (istri)-nya melarang, maka dia juga tidak akan memberikan. "Anak-anak sudah tahu, kalau ibunya melarang, pasti tidak lolos sama ayah. Jadi kalau ada keputusan kontroversi, saya rembukkan sama ibunya," sambungnya.
Bahkan dia mengaku, di keluarganya seperti ada norma tidak tertulis. Jika anak-anak memiliki hal pribadi yang ingin dibicarakan, maka diceritakan kepada ibunya. Tetapi jika berkaitan dengan tugas kuliah atau pekerjaan, larinya ke Budu.
"Jadi saya lebih senang bikin suasana meriah, lucu dan cair. Saya itu tidak perlu memaksa mereka, saya cukup buat teratur. Sekarang saya senang dengan anak-anak, padahal waktu kecil punggung dan leher saya dinaiki dan diinjak-injak, saya terkadang dicakar saat mereka jengkel, yah anak-anak. Saya tidak pernah melihat dan mendengar anak-anak saya itu menangis meraung raung dan berteriak-teriak sebab saya selalu mencegahnya dengan bujukan dan rayuan ala saya sendiri. Tidak ada batas, kalau berkelahi ya berkelahi," tuturnya.
Prof Budu juga menekankan keterbukaan kepada keluarganya. Sehingga, ke mana pun dia pergi, anak-anaknya selalu tahu. Dia juga tidak pernah pilih kasih. Jika ada satu yang diberi sesuatu, maka yang lain juga dapat.