Mengabadikan Amalan Ramadhan

  • Bagikan
Prof.dr. Budu, Ph.D, Sp.M (K), M.MedEd

Maasyiral muslimin dan muslimat jamaah Idul Fitri yang dirahmati oleh ALLAH SWT

Sahabat Nabi Ali bin Abi Thalib RA, termasuk yang bersedih menjelang hari-hari akhir Ramadhan. Dikisahkan bahwa usai salat Ashar, setelah seharian beliau merasa sedih, karena bulan Ramadan akan segera berakhir, Sayyidina Ali ra. kemudian pulang dari masjid. Sesampainya di rumah sang istri tercinta Sayyidah Fathimah Az-Zahra ra bertanya kepadanya penuh perhatian, “Kenapa engkau terlihat pucat, kekasihku, tak ada tanda-tanda keceriaan sedikitpun di wajahmu, padahal sebentar lagi kita akan menyambut hari kemenangan ?. Ali hanya terdiam lesu, tak berapa lama kemudian ia minta pertimbangan sang istri untuk mensedekahkan semua simpanan pangannya kepada fakir miskin. “Hampir sebulan kita mendapat pendidikan dari Ramadan, bahwa lapar dan haus itu teramat pedih. Segala puji bagi ALLAH SWT, yang sering memberi hari-hari kita dengan perut sering terisi,” kata Ali.

Sore itu juga, beberapa jam sebelum takbir berkumandang, Sayyidina Ali ibn Abi Thalib ra. terlihat sibuk mendorong pedatinya, yang terdiri dari tiga karung gandum dan dua karung kurma hasil dari panen kebunnya. Ia berkeliling dari pojok kota dan perkampungan untuk membagi-bagikan gandum dan kurma itu kepada fakir miskin dan yatim/piatu.

Para sahabat Rasulullah SAW adalah orang-orang yang paling antusias dalam menyempurnakan dan melakukan hal terbaik dalam beramal. Mereka juga antusias agar amalnya diterima. Mereka sangat takut amalnya ditolak dan tidak diterima. Mereka itulah sekelompok manusia yang Allah nyatakan dalam Al-Quran
melalui firman-Nya:
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan