Tapi Munafri adalah politisi, tidak-kah bisa saja IKA digiring ke politik?. Tentu saja, organisasi seperti ini bisa dimaknai apa saja oleh para alumni. Tetapi harus pula di pahami, bahwa alumni Fakultas Hukum adalah kumpulan orang yang sudah memiliki pendirian masing-masing. Secara ekonomi, mereka adalah para pengacara kawakan, kurator handal, pejabat-pejabat penting di Kejaksaan atau institusi lain, terutama di Biro Hukum dan juga banyak dosen dan professor. Sehingga Munafri tak bisa menggiringnya kemanapun, selain tetap pada khittahnya.
Justru sebagian besar para sesepuh yang sudah “senja” dalam diskusi di group IKA melihat penegakkan hukum dalam masalah, sehingga perlu keterlibatan alumni Fakultas Hukum. Generasi tua memandang secara filosofis, bahwa hukum di negeri ini sedang berjalan mundur ke belakang. Hukum, meminjam Nonet dan Selznick, makin suram menapaki jalannya, sebab cenderung represif. Hukum cenderung melegalkan, sekaligus melegitimasi perilaku anti demokratis dan mengukuhkan tindakan kekuasaan tanpa batas rule of the game.
Pertanyaan pemantik mereka adalah; kemana alumni Fakultas Hukum, dan bagaimana kiprah mereka?. Tentu saja, ini persoalan penting yang harus mendapat perhatian. Dan Munafri diharapkan memfasilitas banyak hal untuk diaspora Alumni di masa depan.
Apapun hasil Musyawarah ini, IKA FH tetap bersatu. Semua tetap gembira. Munafri menjadi nakhoda baru. Semoga tidak mati suri.
(*)