FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Tokoh Nahdlatul Ulama (NU), Islah Bahrawi, melontarkan kritik keras terhadap sikap represif aparat kepolisian yang kerap berlaku intimidatif terhadap masyarakat sipil.
Islah menyoroti perilaku sebagian anggota kepolisian yang dinilai kerap petentang-petenteng dan menunjukkan sikap arogan kepada rakyat tanpa dasar pelanggaran hukum yang jelas.
“Kalau ada anggota polisi yang petentang-petenteng, mengintimidasi rakyat sipil tanpa kausalitas pelanggaran hukum apapun, tolong ingatkan,” ujar Islah di X @islah_bahrawi (7/4/2025).
Ia mengingatkan pentingnya peran gerakan masyarakat sipil pada 1998 dalam menempatkan kepolisian sebagai institusi yang berdiri sejajar dan tidak lagi berada di bawah bayang-bayang militer.
“Kalau tidak ada gerakan masyarakat sipil di tahun 1998, mungkin polisi masih jadi anak bawang tentara hingga sekarang. Ingatkan itu!," cetusnya.
Islah juga menyindir para polisi muda yang saat reformasi 1998 bahkan belum aktif, namun kini menunjukkan sikap gagah hanya kepada rakyat biasa.
“Polisi-polisi yang pada tahun 98 masih bau kencur, hebatlah kalian di depan para begundal!," tandasnya.
"Jadilah jagoan di depan para bajingan! Jangan hanya tampil gahar kepada masyarakat sipil yang telah menyematkan rasa gagahmu hari ini,” Islah menegaskan.
Sebelumnya, insiden kekerasan terhadap jurnalis kembali mencoreng institusi keamanan. Seorang pewarta foto Kantor Berita ANTARA Jateng, Makna Zaezar, menjadi korban penganiayaan oleh ajudan Kapolri saat meliput kegiatan Jenderal Listyo Sigit Prabowo di Stasiun Tawang, Semarang, Sabtu (5/4/2025).
Peristiwa tersebut terjadi saat Kapolri tengah menyapa warga, termasuk seorang penumpang yang menggunakan kursi roda.
Sejumlah jurnalis yang meliput dari jarak wajar tiba-tiba dihalau dengan kasar oleh ajudan bernama Ipda Endry.
Tak hanya mendorong para jurnalis, Endry kemudian mengejar dan memukul kepala Makna Zaezar, meski ia sudah menjauh ke arah peron.
"Kalian pers, saya tempeleng satu-satu!" bentak Endry kepada para jurnalis, seperti disampaikan Ketua Pewarta Foto Indonesia (PFI) Semarang, Dhana Kencana, Minggu (6/4/2025).
Tak berhenti pada Makna, ajudan tersebut juga diduga melakukan intimidasi verbal hingga nyaris mencekik seorang jurnalis perempuan.
Insiden ini langsung memicu kemarahan komunitas jurnalis. PFI Semarang dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Semarang mengecam keras tindakan kekerasan tersebut.
"Kejadian ini adalah pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Pers. Ruang kerja kami dilanggar secara fisik dan psikologis," tegas Dhana.
Viralnya insiden ini di media sosial mendorong Ipda Endry menyampaikan permintaan maaf secara terbuka di Kantor ANTARA Jateng.
Namun, PFI dan AJI menegaskan permintaan maaf saja tidak cukup.
"Kami menuntut adanya sanksi tegas dan transparan dari pihak kepolisian agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang," tambah pernyataan bersama kedua organisasi tersebut.
(Muhsin/fajar)