Jejak Awal Orang Tionghoa di Makassar, dari Pedagang Sutra hingga Penguasa Perdagangan Kulit Penyu

  • Bagikan
Ilustrasi. (IST)

Dominasi Perdagangan Kulit Penyu

Menjelang pertengahan abad ke-17, para pedagang Tionghoa mulai menguasai perdagangan barang mewah seperti kulit penyu jenis Cheledonia imbricata. Kulit ini sangat dicari di Tiongkok, India, hingga Eropa. Di Sulawesi Selatan, masyarakat Bajau dan Bugis menjadi pemasok utama, dan kulit penyu dikumpulkan dengan berbagai cara—dari yang brutal hingga yang lebih ramah lingkungan.

Orang Tionghoa bahkan memiliki metode khusus: membalik penyu, menuangkan cuka panas hingga sisiknya terlepas, lalu melepaskannya kembali ke laut agar tumbuh kembali. Meski tidak setebal sebelumnya, sisik baru ini tetap bernilai tinggi.

Kerjasama Finansial dengan VOC

Peran orang Tionghoa tidak berhenti sebagai pedagang barang. Mereka juga menjalin hubungan bisnis dengan VOC, perusahaan dagang Belanda yang mendominasi Asia Tenggara pada abad ke-17. VOC memberikan pinjaman kepada pedagang Tionghoa dan menunjuk mereka sebagai mitra untuk mengumpulkan barang dagangan. Seorang kapitan Tionghoa bernama Tamco bahkan tercatat sebagai peminjam terbesar kedua setelah saudagar India.

Dalam surat keluhan pedagang Inggris tahun 1665, disebutkan bahwa orang Tionghoa mendapat komisi 5% dari VOC untuk setiap barang yang berhasil dikumpulkan, sementara Inggris harus membayar tunai. Hal ini membuat pedagang Tionghoa enggan berurusan dengan pihak Inggris.

Kisah orang Tionghoa di Makassar bukan hanya cerita tentang perdagangan dan migrasi, tapi juga tentang pertemuan budaya, adaptasi, dan kontribusi penting terhadap sejarah ekonomi dan sosial kawasan ini.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan