Tambahnya, dalam KUHAP, Pasal 17 menegaskan bahwa penangkapan hanya boleh dilakukan terhadap seseorang yang diduga keras melakukan tindak pidana dan didukung bukti permulaan cukup.
"Tanpa itu, maka penahanan lebih dari 24 jam berisiko melanggar hukum," Rahman menuturkan.
Rahman menekankan, tindakan cepat TNI bisa dipahami sebagai bentuk respons atas pencemaran nama baik institusi. Namun, hukum tetap harus menjadi panglima.
"Supremasi sipil dan prosedur hukum tak boleh dikorbankan atas nama ketegasan semata. Kita tentu tak ingin penindakan hukum malah menimbulkan ketakutan baru di masyarakat," tandasnya.
Rahman bilang, kedepan TNI dan Polri mesti memperkuat koordinasi, menghormati wewenang masing-masing, dan menjadikan hukum sebagai landasan dalam bertindak.
"Negara ini dibangun atas dasar hukum, bukan atas dasar insting atau kekuasaan. Hal ini menjadi tuntutan bagi Polri untuk responsif dalam mendengar atau menindaklanjuti adanya dugaan tindak pidana yang terjadi," kuncinya.
Terpisah, pihak Kodam XIV/Hasanuddin menegaskan bahwa pelapor akan segera datang ke Mapolda Sulsel untuk membuat laporan resmi.
Hal ini ditegaskan Kapendam XIV/Hasanuddin Kolonel Arm Gatot Awan Febrianto saat dikonfirmasi pada Jumat (25/4/2025) malam.
Dikatakan Gatot, saat pihaknya melakukan penangkapan terhadap para terduga pelaku, mereka mendapatkan laporan dari masyarakat.
Untuk itu, ia akan meminta juga para korban yang dimaksud agar membuat laporan resmi di Polda Sulsel sebelum satu kali 24 jam kedepan.
"Kita ada laporan dari masyarakat itu, nanti kan sisa masyarakatnya kita arahkan melapor ke Polda toh," kata Gatot.