- Terbatasnya Akses Permodalan
Modal koperasi desa umumnya berasal dari anggota yang memiliki daya beli terbatas. Sementara akses ke perbankan atau lembaga keuangan formal kerap terhambat oleh persyaratan jaminan, laporan keuangan, atau rekam jejak usaha yang belum memadai. Akibatnya, koperasi kesulitan untuk mengembangkan unit usaha produktif.
- Intervensi Politik dan Kepentingan Elite
Beberapa koperasi desa dibentuk atau dikelola karena proyek atau kepentingan jangka pendek. Hal ini menyebabkan koperasi kehilangan esensi pemberdayaan anggota dan justru menjadi alat kepentingan segelintir orang. Akibatnya, kredibilitas koperasi rusak dan anggota menjadi apatis.
- Minimnya Inovasi dan Hilirisasi Produk
Koperasi desa seringkali tidak mampu merespon dinamika pasar secara adaptif. Produk yang dihasilkan masih dalam bentuk mentah atau konvensional, tanpa proses hilirisasi yang meningkatkan nilai tambah. Padahal, dengan hilirisasi dan diferensiasi produk, koperasi dapat masuk ke pasar modern dengan harga yang lebih kompetitif.
- Belum Terintegrasi dengan Ekosistem Digital dan Rantai Nilai Global
Transformasi digital menjadi tantangan besar bagi koperasi desa. Minimnya infrastruktur digital, keterampilan SDM, dan dukungan regulasi menyebabkan koperasi kesulitan untuk masuk ke e-commerce, pemasaran daring, serta pencatatan digital yang efisien. Akibatnya, koperasi desa masih tertinggal dalam persaingan global.
Strategi Penguatan dan Rekomendasi
- Penguatan Kapasitas SDM dan Literasi Koperasi
Diperlukan program pendidikan dan pelatihan koperasi secara berkelanjutan untuk anggota, pengurus, dan pengawas. Literasi ini harus meliputi aspek manajemen, keuangan, hukum koperasi, serta kewirausahaan berbasis digital.
- Tata Kelola Koperasi yang Transparan dan Partisipatif
Perlu dibangun sistem akuntabilitas koperasi melalui digitalisasi keuangan dan mekanisme pelaporan rutin. Penguatan fungsi Rapat Anggota Tahunan (RAT) dan audit internal juga harus menjadi prioritas.