Putusan MK Soal UU ITE, Guru Besar Unair Wanti-wanti Tak Ada Lagi Penafsiran Serampangan

  • Bagikan
Pakar Komunikasi Universitas Airlangga (Unair), Henri Subiakto

Pada dasarnya, IU ITE dinilainya tak bisa digunakan menjerat

“Bahwa UU ITE itu pasal pasalnya maknanya sangat sempit dan khusus, sehingga jika dimaknai secara benar tidak bisa untuk menjerat pendapat,” ucapnya.

“Sayangnya masih banyak pandangan awam, dan cara kerja para penegak hukum yang memang terbiasa melintir dan suka mengkriminalisasi pihak lawan pakai pasal pasal dg tafsir sendiri, termasuk menggunakan ITE secara serampangan. Akhirnya keputusan MK kemarin mengagetkan mereka,” tambahnya

Putusan MK itu dibacakan Selasa (29/4). Dikutip Antara, Ketua MK Suhartoyo.

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” ucap Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 105/PUU-XXII/2024, di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa.

Dalam putusannya MK menyatakan frasa “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU ITE bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan.”

Pasal 27A UU ITE mengatur perbuatan yang dilarang dalam kegiatan terkait ITE. Pasal tersebut pada mulanya berbunyi “Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik.”

Sementara itu, Pasal 45 ayat (4) UU ITE berisi tentang ketentuan pidana atas Pasal 27A. Pasal tersebut mengatur setiap orang yang melanggar Pasal 27A UU ITE dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak Rp400 juta.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan