"Kami mengejar, tim saya mengejar keberadaan terdakwa (Hasto Kristiyanto) yang awalnya di seputaran DPP PDIP, bergerak menuju ke arah Blok M dan masuk di kantor sekolah polisi yang bernama Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian," ujar Rossa.
Menurut Rossa, pelaksanaan operasi saat itu sangat tergantung pada posko komando. Ia menyebut, tim satgas berpaku pada grup pesan singkat saat melakukan pengejaran.
"Proses pelaksanaan tugas itu kita dikendalikan oleh posko. Di posko kita masing-masing dimasukkan dalam grup Telegram ataupun aplikasi WhatsApp untuk mempermudah terkait pelaksanaan tugas," paparnya.
Lebih lanjut, ia mengungkap bahwa pengejaran terhadap Harun Masiku didorong oleh informasi sadapan yang mereka terima secara real-time. Menurutnya, dari hasil sadapan terdapat komunikasi atau perintah untuk menenggelamkan handphone (HP) ke air.
"Pada saat itu kami melakukan pengejaran karena ada petunjuk atau komunikasi sadapan bahwa ada perintah dari 'Bapak' untuk menenggelamkan handphone ke dalam air yang dilakukan oleh saudara Nur Hasan kepada Harun Masiku," tutur Rossa.
Tim kemudian mengambil posisi menunggu di depan gerbang PTIK untuk memastikan keberadaan Harun dan Hasto. Namun justru di saat mereka menunaikan ibadah salat isya, situasi berubah drastis. Para tim penyidik diinterogasi dan langsung dibawa ke dalam sebuah ruangan. Hal itu mengakibatkan tim penyidik kehilangan jejak untuk menangkap Harun Masiku.
"Nah, pada saat melaksanakan salat isya itu kami didatangi oleh beberapa orang, diinterogasi, dan kami diamankan, dalam posisi kami dibawa ke dalam suatu ruangan. Rombongan kami ada 5 orang, sehingga itu menyebabkan kami kehilangan jejak Harun Masiku dan terdakwa pada saat itu," pungkas Rossa. (fajar)