Said Didu Ungkap Fakta Kelam di Sektor Pertambangan, Jubir Gus Dur: Ada Uang di Balik Itu

  • Bagikan
Adhie Massardi (JPNN)

“Negeri kami itu hancur-hancuran, Pak. Tambang dimana-mana. Hancur-hancuran negeri kami itu,” kata Anwar Hafid

Selain itu, Anwar membeberkan fakta yang terjadi dilapangan yakni daerahnya hanya mendapat pajak Rp220 miliar dari pertambangan, yang menjadi persoalannya merupakan kawasan industri.

“Cuma Rp220 miliar. Di mana persoalannya? Gubernur tidak bisa masuk, Pak. Pengusaha itu bilang ini kawasan industri, spesial. Tidak boleh. Semua berdalih atas izin usaha industri. Jadi kawasan industri itu Pak tidak bisa diapa-apain,” ujarnya.

Adapun aktivitas di kawasan industri, semuanya bebas melakukan apapun, tanpa melibatkan pihak pemerintah daerah yang terkait termasuk intervensi dari dirinya sebagai Gubernur.

“Semua bebas, kendaraan bebas di dalam. Mau ngapain aja di dalam. Kami tidak bisa. Sementara pengenaan dana bagi hasil di sana dilakukan di mulut tambang, bukan mulut industri,” imbuhnya.

Kemudian, ia membandingkan dengan PT Vale yang menggunakan izin usaha pemurnian, yang membuat pemetaan pajak terstruktur.

“Sehingga yang dipajang itu nikel matte. Di Morowali yang dipajak itu ore. Akhirnya apa yang terjadi? 1 ore misalnya 40 USD per metrik ton,” jelasnya.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) bisa meningkat apabila pajaknya bisa dibayar sebagaimana syarat dan ketentuan yang berlaku.

Jika sesuai SOP, PAD yang ada khususnya di Sulawesi Tengah bisa menyamai DKI Jakarta dan Jawa Barat.

“Tapi kalau misalnya pajaknya dibayar di mulut industri, stainles steel, mungkin Sulawesi Tengah itu adalah salah satu yang menyamai DKI, Jawa Barat dan sebagainya soal PAD,” terangnya.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan