TNI Jaga Kejaksaan, Hendardi: Sangat Potensial Melemahkan Supremasi Hukum

  • Bagikan
Ketua SETARA Institute Hendardi. Foto: Ricardo/JPNN.com

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Perintah Panglima TNI yang kemudian ditindaklanjuti KSAD, yang memberi perintah kepada prajurit TNI mengamankan kantor kejaksaan di seluruh wilayah, terus menuai pro dan kontra. Bagi yang kontra, mereka mendesak perintah tersebut dicabut.


Salah satunya disuarakan Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi. Dia meminta Surat Telegram (ST) Panglima TNI dan Kepala Staf TNI AD (KSAD) berkaitan pengerahan prajurit mengamankan kantor kejaksaan bisa dicabut.

"Panglima TNI dan KSAD hendaknya segera menarik dan membatalkan ST tersebut," kata Hendardi melalui layanan pesan seperti dikutip Selasa (13/5).

Diketahui, Panglima TNI menerbitkan ST nomor TR/422/2025 mengenai perintah pengamanan Kejati dan Kejari di seluruh Indonesia.

Belakangan, KSAD menerbitkan ST Berderajat Kilat bernomor ST/1192/2025 demi menindaklanjuti perintah Panglima TNI.

Hendardi beralasan ST Panglima TNI dan KSAD perlu dicabut karena bertentangan dengan perundang-undangan. 

"ST Panglima dan KSAD tersebut bertentangan dengan konstitusi negara dan peraturan perundang-undangan di bawahnya, terutama UU Kekuasaan Kehakiman, UU Kejaksaan, UU Pertahanan Negara dan UU TNI," kata dia.

Toh, kata dia, saat ini tidak ada kondisi objektif yang mengindikasikan bahwa pengamanan institusi sipil dalam hal ini kejaksaan memerlukan dukungan TNI. 

"Permintaan dan pemberian dukungan pengamanan dari kejaksaan justru bentuk dari kegenitan kejaksaan sebagai institusi sipil dalam penegakan hukum," lanjut Hendardi.

Dia mengatakan permintaan dukungan pengamanan kejaksaaan terhadap TNI bakal memunculkan pertanyaan tentang motif politik.

"Menarik-narik militer ke dalam keseluruhan elemen sistem hukum pidana jelas-jelas bertentangan dengan supremasi sipil dan supremasi hukum," kata dia.

Hendardi menyebutkan dukungan pengamanan ke kantor kejaksaan di Indonesia menegaskan bahwa militerisme mengalami penguatan dalam kelembagaan penegakan hukum.

"Pada saat yang sama, hal itu sangat potensial melemahkan supremasi hukum, padahal, menurut hukum positif Indonesia, TNI hanya memiliki yurisdiksi penegakan hukum di lingkungan TNI saja, itu pun dengan tata perundang-undangan peradilan militer yang mesti diperbarui," ujarnya. (fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan