Semua SPBU Shell di Indonesia Dibeli Sefas Group, Pengamat: Bisnis SPBU Masih Prospektif

  • Bagikan
Ilustrasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), Shell (Foto: Shutterstock)

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- PT Shell Indonesia, anak perusahaan Shell plc (Shell) telah menyetujui pengalihan kepemilikan bisnis SPBU miliknya di Indonesia ke perusahaan patungan antara Citadel Pacific Limited dan Sefas Group.

Seluruh bisnis Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Shell di Indonesia dijual. Nantinya pengelolaan jaringan pom bensin Shell akan dilakukan oleh kedua perusahaan patungan baru tersebut.

Ada pun, skuisisi bisnis SPBU ini tidak mencakup bisnis pelumas Shell di Indonesia. Sementara itu, kegiatan operasional SPBU Shell akan tetap berlangsung seperti biasa hingga proses transisi rampung, yang ditargetkan selesai pada tahun depan.

"Shell menyetujui pengalihan kepemilikan bisnis SPBU di Indonesia. Merek Shell dan produk BBM berkualitas tetap tersedia untuk pelanggan," ujar Vice President Corporate Relations Shell Indonesia Susi Hutapea dalam keterangan resminya.

Meski tak lagi dikelola langsung oleh Shell, merek dan produk perusahaan asal Inggris tersebut akan tetap tersedia lewat perjanjian lisensi. Model lisensi ini memungkinkan pihak penerima untuk menggunakan merek Shell dengan tetap mengikuti standar operasional dan mutu yang berlaku secara global.

Sementara itu, Pengamat energi sekaligus Founder & Advisor ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan bisnis ritel Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) masih prospektif di dalam negeri di tengah pengambilalihan PT Shell Indonesia.

“Secara umum tidak bisa digeneralisir bahwa kemudian bisnis ritel SPBU tidak menarik lagi. Bagi pemain lain yang sesuai baik skala ekonomi maupun dalam hal strategi bisnisnya, ke depan bisa saja dilihat masih prospektif,” ujar Agung saat dihubungi oleh Antara di Jakarta, Sabtu.

Ia menilai keputusan bisnis Shell lebih karena strategi utama bisnis mereka saat ini adalah upstream and low carbon business.

Menurut dia, strategi utama bisnis Shell tersebut belum dapat diharapkan karena Bahan Bakar Minyak (BBM) low carbon masih kurang diminati dibandingkan BBM low price di dalam negeri.

“Dalam konteks ini, Shell sepertinya juga melihat lini bisnis yang lain dalam hal bisnis rendah karbon,” ujar Agung, dilansir dari ANTARA, Sabtu (24/5/2025).

Di sisi lain, Ia tidak memungkiri bahwa dengan kondisi harga yang diatur, bisnis ritel BBM swasta di dalam negeri harus bersaing dengan BBM subsidi dan BBM jenis penugasan.

Sehingga, menurutnya, secara skala ekonomi menjadi terbatas dan tidak memberikan perkembangan bagi Shell.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menilai pengalihan kepemilikan bisnis SPBU Shell tidak akan mempengaruhi investasi hilir minyak dan gas bumi (migas) Indonesia.

“Dia kan menjual, bukan berarti menutup bisnisnya. Itu perpindahan kepemilikan perusahaan saja. Jadi, apanya yang pengaruh (ke investasi hilir)? Dia kan tetap jalan terus,” kata Bahlil.

Bahlil memandang pengalihan kepemilikan bisnis SPBU Shell sebagai aksi korporasi biasa yang tidak mengusik ketersediaan maupun distribusi BBM ke masyarakat.

Terlebih, Shell merupakan entitas swasta, sehingga pemerintah tidak memiliki hak untuk membatasi perusahaan tersebut melakukan aksi korporasi. (bs-sam/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan