FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, merespons proyeksi Dana Moneter Internasional (IMF) yang memperkirakan tingkat pengangguran Indonesia mencapai 5 persen pada 2025. Menurutnya, prediksi tersebut menjadi salah satu masukan penting bagi pemerintah.
Tak hanya dari IMF, Hasan menyebut pemerintah juga membuka diri terhadap analisis dari berbagai lembaga ekonomi lainnya untuk menjaga stabilitas pertumbuhan nasional.
“Analisis dari lembaga-lembaga seperti IMF tentu jadi masukan yang sangat penting bagi pemerintah untuk mengantisipasi, untuk menjaga supaya kita tetap baik ekonominya,“ ujar Hasan Nasbi di Kantor PCO, Jakarta, Selasa.
Meski begitu, pemerintah tetap menjadikan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) dari Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai rujukan utama dalam mengukur tingkat pengangguran di Tanah Air.
Data Sakernas menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Februari 2025 menurun menjadi 4,76 persen, dari sebelumnya 4,82 persen pada Februari 2024.
“Itu artinya, angka pengangguran, orang-orang yang benar-benar menganggur turun,” kata Hasan Nasbi.
Hasan juga mencatat bahwa angka setengah pengangguran ikut menurun, dari 8,52 persen menjadi 8 persen pada periode yang sama.
Selain itu, jumlah pekerja penuh waktu atau yang bekerja lebih dari 35 jam per minggu meningkat dari 65,60 persen menjadi 66,19 persen.
“Jadi, ada indikator-indikator yang menunjukkan bahwa memang terjadi pemutusan hubungan kerja, tetapi penciptaan lapangan kerja baru juga terjadi, dan itu lebih banyak,” jelasnya.
Ia menambahkan, peningkatan jumlah pengangguran tidak hanya berasal dari mereka yang terkena PHK, tetapi juga karena masuknya lulusan baru dari universitas, sekolah vokasi, dan kejuruan ke pasar tenaga kerja.
Berdasarkan Sakernas BPS, kelompok lulusan SMA menjadi penyumbang terbesar pengangguran pada Februari 2025 dengan persentase 28,01 persen.
Diikuti kelompok lulusan Diploma IV, S1, S2, dan S3 sebesar 13,89 persen, dan yang paling rendah adalah lulusan Diploma I/II/III sebesar 2,44 persen.
“Jadi, sejauh ini, indikator-indikator yang seperti ini, kita masih cukup baik, dan masih cukup untuk membuat bangsa kita optimistis, dan ke depan tentu pemerintah akan mengeluarkan berbagai kebijakan-kebijakan (mengurangi tingkat pengangguran, red.),” ucap Hasan.
Untuk diketahui, IMF dalam laporan World Economic Outlook edisi April 2025, memproyeksikan tingkat pengangguran Indonesia sebesar 5 persen, sedikit naik dari 4,9 persen pada tahun sebelumnya.
Perbedaan angka antara IMF dan BPS disebabkan oleh metodologi penghitungan. IMF menghitung pengangguran sebagai proporsi dari angkatan kerja yang menganggur atau masih mencari pekerjaan. Sedangkan versi BPS meliputi warga usia 15 tahun ke atas yang tidak bekerja tetapi sedang mencari kerja, menyiapkan usaha, atau belum mulai bekerja meski sudah mendapatkan pekerjaan.
Adapun indikator TPT dari BPS digunakan sebagai gambaran tenaga kerja yang belum terserap pasar kerja dan mencerminkan kurang optimalnya pemanfaatan tenaga kerja yang tersedia. (*/ant)