“Kalau kami lebih kepada mengontrol kebenaran peristiwa. Itu soal justice (keadilan). Ketika ada peristiwa tertentu yang ditutupi itu injustice (ketidakadilan). Peristiwa itu diungkap secara fakta, apa adanya, itu justice,” jelasnya.
Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyampaikan bahwa pemerintah berencana memperbarui buku sejarah Indonesia dengan narasi yang lebih positif. Hal itu disampaikan dalam pernyataannya di Cibubur, Jawa Barat, Minggu (1/6).
“Tone kita adalah tone yang lebih positif karena kalau mau mencari-cari kesalahan, mudah; pasti ada saja kesalahan dari setiap zaman, setiap masa,” ujar Fadli.
Ia menjelaskan bahwa pembaruan sejarah ini akan menggunakan perspektif Indonesia sentris, sebagai upaya menghapus warisan narasi kolonial, membangun persatuan nasional, dan membuat sejarah lebih relevan bagi generasi muda.
“Kalau mau mencari-cari kesalahan atau mencari-cari hal yang negatif, ya, saya kira itu selalu ada. Jadi, yang kita inginkan tone-nya dari sejarah kita itu adalah tone yang positif, dari era Bung Karno sampai era Presiden Jokowi dan seterusnya,” imbuhnya.
Fadli juga menegaskan bahwa publik tidak perlu khawatir karena proyek ini digarap secara serius dan melibatkan tim ahli yang terdiri dari 113 penulis, 20 editor jilid, serta tiga editor umum, termasuk para sejarawan profesional. (Wahyuni/Fajar)