"Kritik itu sehat, tapi jangan sampai berubah menjadi tekanan yang mendikte. Prabowo mendengar, tapi tetap punya pertimbangan dan arah sendiri dalam memimpin," tutur Idrus.
"Demokratisasi berbeda dengan kebebasan. Demokrasi tetap dalam koridor hukum, ada komitmen pada aturan, dan ada pertimbangan rasional," tambah Idrus.
Idrus mengapresiasi langkah Prabowo yang sejak awal membuka ruang dialog seluas-luasnya bagi semua kelompok, termasuk kelompok oposisi.
Menurutnya, sikap tersebut mencerminkan karakter kepemimpinan yang inklusif dan mengedepankan asas kekeluargaan serta gotong royong, sebagaimana nilai-nilai Pancasila.
Ia juga menyinggung peran Dasco, politisi senior Gerindra, yang aktif menjembatani dialog antara kelompok-kelompok kritis dengan pemerintah. Idrus menyebut, langkah Dasco tidak mungkin terjadi tanpa restu atau sinyal kuat dari Prabowo.
Namun demikian, Idrus mengingatkan bahwa kebebasan dalam menyampaikan kritik tidak boleh bergeser menjadi tindakan mendikte. Ia menyinggung munculnya desakan terhadap Presiden Prabowo untuk segera merombak kabinet atau mengganti Kapolri.
"Itu bukan lagi kritik, tapi sudah masuk pada ranah mendikte. Saya yakin Prabowo bukan tipe pemimpin yang bisa didikte. Beliau punya pengalaman panjang, tahu siapa yang sungguh-sungguh dan siapa yang hanya muncul saat enak," tegas Idrus.
Menurutnya, Prabowo memiliki pemahaman yang sangat komprehensif terhadap peta kekuatan politik nasional. Karena itu, semua keputusan, termasuk reshuffle, akan dilakukan berdasarkan evaluasi rasional dan obyektif, bukan tekanan politik sesaat.