Dibutuhkan pemimpin yang dapat mengembalikan kejayaan partai dengan membangun kepercayaan publik, merekonstruksi sistem kaderisasi, dan menciptakan ruang dialog yang terbuka antar kader. IAS memiliki semua modal itu. Ia bukan hanya simbol masa lalu, tetapi juga harapan masa depan.
Kini, para kader dan simpatisan Golkar menaruh harapan besar agar IAS bersedia kembali menakhodai partai ini. Mereka percaya bahwa di bawah kepemimpinan IAS, Golkar dapat kembali menjadi partai besar yang dicintai rakyat. Kembalinya IAS bukan sekadar solusi internal, tetapi juga strategi besar untuk menghadapi tantangan politik ke depan.
Mengapa Butuh Sosok IAS?
Dalam konteks inilah, harapan terhadap kehadiran kembali Ilham Arief Sirajuddin sebagai nahkoda Golkar Sulsel menjadi sangat relevan. IAS bukan figur baru dalam tubuh partai. Ia adalah kader tulen yang meniti karier politik dari bawah, memahami kultur partai, dan memiliki akar yang kuat di tengah masyarakat.
Saat menjabat Wali Kota Makassar dua periode (2004–2014), IAS dikenal sebagai pemimpin yang progresif dan inovatif. Di bawah kepemimpinannya, Kota Makassar mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang stabil, perbaikan pelayanan publik, serta berbagai inovasi tata kelola pemerintahan.
Selain rekam jejak teknokratis yang mumpuni, IAS juga dikenal memiliki kemampuan konsolidasi yang luar biasa. Ia mampu merangkul semua golongan tanpa menciptakan konflik horizontal. Hal ini sangat penting bagi Golkar Sulsel yang tengah dilanda fragmentasi. Figur IAS diyakini mampu menjahit kembali harmoni internal partai serta menghidupkan semangat kolektif kader di semua level. Yang lebih penting, IAS hadir sebagai figur pemimpin yang memiliki narasi, bukan sekadar manuver.