Lebih lanjut, Cinta menyoroti bagaimana keserakahan para pemangku kepentingan telah merusak alam dan menyengsarakan rakyat.
“Saat izin ditandatangani dan dividen dicairkan, aku penasaran apakah orang-orang serakah ini masih ingat dengan wajah-wajah manusia yang dikorbankan dan ditinggalkan dengan tempat tinggal yang hancur dan tanah yang diracuni?” katanya.
Ia menyindir keras pemufakatan para elit yang menurutnya menutupi kerakusan dengan retorika dan kemasan patriotisme.
“Dan dari sana keserakahan tumbuh pelan-pelan, sembunyi di balik rapat-rapat ber-AC, dibungkus jargon patriotisme. Apa yang awalnya cuma kompromi kecil soal etika, lama-lama jadi hal biasa,” ungkapnya.
Cinta juga menggambarkan betapa timpangnya kehidupan antara rakyat dan elit penguasa.
“Bahwa segelintir orang memilih kekayaan di atas nasib jutaan rakyat. Bahwa saat kalian berjuang beli beras dan bayar uang sekolah, mereka malah jual masa depan negeri ini demi mobil mewah, vila di luar negeri, dan rekening dengan uang berlimpah,” tambahnya.
Tidak hanya kerusakan lingkungan, Cinta menyoroti dampak kesehatan yang kini mulai dirasakan masyarakat Papua akibat tambang nikel.
“Kerusakan ini bukan cuma soal hilangnya budaya, yang terjadi sekarang juga fatal terhadap kesehatan warga Papua,” ujarnya prihatin.
Ia menyebutkan bahwa beberapa desa di sekitar area tambang mulai melaporkan munculnya penyakit kulit dan gangguan pernapasan akibat polusi.
Menutup pesannya, Cinta Laura mengingatkan bahwa perjuangan menyelamatkan Raja Ampat bukan sekadar soal satu wilayah, tapi bentuk perlawanan terhadap kerakusan.