Sebagai dirut BUMN, Dahlan tidak boleh merangkap jabatan di swasta. Maka ia harus melepaskan jabatan dirut Jawa Pos. Tidak masalah baginya.
"Toh di PLN saya tidak akan lama. Maksimum tiga tahun. Bisa kembali ke Jawa Pos lagi," katanya.
Ternyata diluar dugaan, Dahlan tidak pernah bisa kembali ke Jawa Pos. "Pemegang saham mayoritas yang selama puluhan tahun hanya mengawasi dari jauh sudah menjadi sangat berkuasa di Jawa Pos. Begitulah perusahaan. Apalagi sudah punya uang banyak," imbuhnya.
Memang, Dahlan mengakui masih ditawari jadi komisaris, hanya komisaris, bukan Komut, tentu ia tidak mau.
"Begitulah. Sejak tahun 2009 itu saya sudah meninggalkan manajemen Jawa Pos. Tapi mayoritas pembaca tidak tahu. Saya masih dikira pimpinan Jawa Pos. Pun sampai kemarin saya di Perth, masih diperkenalkan sebagi bos Jawa Pos," tuturnya.
Dikabarkan sebelumnya, Polda Jatim menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan penggelapan aset Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik Jawa Pos.
Penetapan tersebut berdasarkan hasil gelar perkara yang digelar penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Kepolisian Daerah Jawa Timur pada Rabu (2/7/2025).
Dahlan terseret dalam kasus dugaan pemalsuan surat dan penggelapan dalam jabatan secara bersama-sama, sebagaimana laporan Pasal 263 KUHP dan/atau Pasal 374 KUHP jo Pasal 372 KUHP dan/atau jo Pasal 55 KUHP.
Tak sendiri. Mantan Direktur Jawa Pos, Nany Wijaya, juga turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama. (Pram/fajar)