Pajak Meroket Sementara Pembajakan Buku Dibiarkan Negara, Tere Liye: Wapres Kalian Cuma Jago Pencitraan

  • Bagikan
Ilustrasi. (INT)

Inilah negara kentut. Penegakan hukumnya busuk sekali.

"Saya ini WNI, bayar pajak. Tidak gratis tinggal di sini!
Nah, saat saya marah, mengkritisi banyak hal, fansnya baper dong, ceramah jangan berkata buruk, keluar deh dalil-dalil. Duh Rabbi, kamu lihat angka 1 TRILYUN itu! Saya dirugikan, dizolimi luar biasa oleh negara ini. Dimaling habis-habisan. Dan cuma ditonton saja, tidak dibantu," sambungnya.

Sorry banget my friend, saya berhak memaki-maki negara ini.
Ditulis dalam kitab suci yang saya peluk erat-erat: Tuhan tidak suka perkataan buruk yang terus terang, kecuali orang-orang yang dizolimi.

Dan teruuus terjadi per detik ini. Kamu nggak dapat BSU/Bansos seupil saja jejeritan marah. Bayangin kamu dirampok 1 TRILYUN!

Sekarang, tolong carikan dalilnya, negara boleh majakin sampai 35% penghasilan orang lain? Di kitab suci mana? Hadist mana? Tuhan tidak pernah majakin 35%, eh manusia segitu. Giliran hal lain pinter banget bawa-bawa agama, giliran tarif pajak mingkem.

"Sampai jumpa kelak di akherat. Kita selesaikan semua di sana," tutup Tere Liye.

Sebagai tambahan informasi, 44 tahun lalu Ikapi pernah melakukan rapat dengar pendapat dengan DPR RI membahas tentang ancaman pembajakan buku di Indonesia. Saat itu belum ada sanksi hukum bagi pembajak.

38 tahun lalu, Tim Penanggulangan Masalah Pembajakan Buku (PMPB) Ikapi berhasil membongkar kasus “Tamansari”, yaitu kasus pembajakan dengan nilai Rp1 miliar (nilai saat lebih dari Rp20 miliar). Setahun kemudian, Agustus 1988, Tim PMPB Ikapi Pusat dan Ikapi Jakarta kembalil membongkar pembajakan buku di Kramat Jati dengan nilai Rp1,5 miliar (nilai saat ini lebih dari Rp30 miliar).

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan
Exit mobile version