Pemerintah menyebut revisi ini penting untuk menjamin hak asasi manusia, keadilan, serta kepastian hukum yang lebih baik.
Surat Presiden (Surpres) telah ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto pada Maret 2025, membuka pintu pembahasan lanjut antara DPR dan Pemerintah.
Pembahasan resmi dilakukan oleh Komisi III DPR, yang menargetkan revisi rampung sebelum akhir 2025 agar bisa berlaku serentak dengan KUHP baru.
Berdasarkan penjelasan Komisi III DPR, terdapat 7 substansi pokok dalam RUU KUHAP:
Kewenangan aparat tidak berubah: Polri tetap sebagai penyidik utama dan jaksa sebagai penuntut tunggal.
Kewajiban pemasangan CCTV dalam setiap ruang pemeriksaan dan tahanan untuk mencegah kekerasan dalam penyidikan.
Penguatan peran advokat: advokat mendapatkan hak protes jika ada intimidasi, dan kini bisa mendampingi saksi serta korban, bukan hanya tersangka.
Bab khusus restorative justice (RJ): fokus pada pemulihan korban dan rehabilitasi pelaku; termasuk kasus penghinaan Presiden diatur bisa diselesaikan dengan RJ.
Perlindungan kelompok rentan: perempuan, difabel, dan lansia mendapat perlakuan khusus selama proses hukum.
Pengetatan syarat penahanan: memperjelas alasan seperti risiko melarikan diri, merusak bukti, dan pengulangan tindak pidana.
Durasi penetapan tersangka dibatasi maksimal sampai dua tahun, meningkatkan kepastian hukum dan mencegah status tersangka berkepanjangan tanpa pemeriksaan yang tuntas.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai draf revisi 2025 adalah kemunduran dibanding versi 2012. Masih banyak pasal krusial yang absen, seperti mekanisme habeas corpus, peran hakim pendahuluan, dan jaminan hak-hak terdakwa.