Hubungan antarwilayah juga tampak dalam naskah-naskah yang mencatat perjanjian kerja sama antara kerajaan Bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Di dalamnya dibahas batas wilayah, sistem pemerintahan bersama, dan kesepakatan hukum adat. Semua itu menunjukkan bahwa konsep kenegaraan berbasis musyawarah telah berlangsung jauh sebelum era modern.
Dimensi spiritual sangat kental dalam banyak naskah. Terdapat teks-teks yang memuat doa-doa, ajaran tasawuf, kutika (penanggalan hari baik dan buruk), hingga jimat-jimat untuk perlindungan dalam pelayaran atau bercocok tanam. Salah satu naskah menceritakan tentang burung Tambalitettok yang konon diberi oleh Nabi Sulaiman, dan dipercaya memiliki khasiat pengobatan serta kekuatan pelindung.
Kehidupan sehari-hari juga terekam dalam naskah dengan cukup rinci. Ada catatan harian yang memuat kegiatan perdagangan, perhitungan keuangan, hingga ramalan cuaca untuk pelaut. Dalam beberapa teks ditemukan pula pedoman membangun rumah, pengobatan tradisional, dan aturan tentang pertanian serta pelayaran.
Cerita epik I La Galigo hadir dalam berbagai versi dan fragmen. Naskah-naskah ini menggambarkan kisah asal mula kehidupan, hubungan antara dunia atas dan dunia bawah, serta tata nilai yang diwariskan melalui mitologi. Keberadaan La Galigo memperkuat posisi budaya Bugis-Makassar dalam khazanah sastra dunia.
Naskah-naskah tersebut ditulis di atas media yang beragam dari kertas Eropa berwatermark hingga daluang dan lontar—dengan berbagai cap air yang menandakan hubungan dagang dan interaksi lintas budaya. Setiap halaman yang menguning menyimpan nilai-nilai lokal yang masih relevan untuk dibaca hari ini: tentang kepemimpinan, etika, tanggung jawab sosial, dan spiritualitas.