Pemerintah Abaikan Putusan MK Larang Wamen Rangkap Jabatan, Bivitri Susanti: Ciri Negara Otoriter

  • Bagikan
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti. (ANTARA/Narda Margaretha Sinambela)

Ia pun memaparkan buruknya rangkap jabatan. Pertama, kompetensi.

“Ukurannya harus dari rekam jejak. Bukan jabatan lain. Dua, dan ini yang penting sekali, potensi benturan kepentingan. Tiga, gaji double, ini bukan kecemburuan sosial ya. Tapi penggunaan uang negara,” jelasnya.

Menurut Bivitri, jika pemerintah memang kasihan dengan gaji menteri dan wamen yang kekecilan, maka yang perlu diselesaikan adalah akar masalahnya. Soal sistem anggaran.

“Jangan kebanyakan di protokoler seperti mobil dan pengawalan tetot tetot. Kalau mau bereskan ini, bereskan dulu kompetensinya,” pungkasnya.

Soal pemerintah yang mengabaikan putusan MK. Menurutnya itu bukan karena tidak ngerti, tapi malah karena pintar sehingga argumen hukum malah di(salah)gunakan.

“Mengabaikan putusan pengadilan yang mengontrol kekuasaan seperti ini adalah salah satu ciri utama negara otoriter,” tegas Bivitri.

Adapun putusan MK yang dilanggar itu berbunyi: “seluruh larangan rangkap jabatan yang berlaku bagi menteri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 23 UU 39/2008 berlaku pula bagi wakil menteri. Pemberlakuan demikian dimaksudkan agar wakil menteri fokus pada beban kerja yang memerlukan penanganan secara khusus di kementeriannya sebagai alasan perlunya diangkat wakil menteri di kementerian tertentu.”

Ia memberi contoh, soal pertimbangan hukum sebagai bagian tak terpisahkan dari putusan, sumber literaturnya banyak sekali, mudah dicari bila tertarik.

“Ada makalah saya juga soal ini untuk keterangan ahli di pengadilan dan bahan ajar di kelas Penalaran Hukum yang saya ampu di @jenteralawschool,” tandasnya. (Arya/Fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan