Menurut Jumhur, publik sekarang menunggu tindak lanjut temuan PPATK yang menyatakan ada Rp 510,23 triliun dari sekitar Rp. 1.500 triliun dana PSN yang masuk ke kantong Aparatur Sipil Negara (ASN) dan politikus.
"Itu uang banyak banget sampai ratusan triliun rupiah tidak jelas tapi kok malah didiamkan, bukannya diusut tuntas," kata Jumhur.
Mantan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI itu mengatakan, negara dan rakyat pasti sulit sejahtera apabila negara terus menerus super permisif terhadap kasus korupsi. Jadi dia menegaskan supaya PPATK membatalkan kebijakan pembekuan rekening rakyat yang 3 bulan tidak aktif. Lebih baik PPATK segera juga tindaklanjuti korupsi-korupsi jumbo yang sudah mereka deteksi.
Dia mengingatkan secara teknis banyak penyebab rekening nganggur. Tetapi bukan berarti sebuah tindak kejahatan. Dengan pemanfaatan teknologi digital sekarang, masyarakat dengan mudah membuka rekening. Sedangkan soal pemanfaatannya, merupakan kewenangan dari pemiliknya mau digunakan atau tidak.
Senada, Staf Bidang Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Arianto Harefa mengatakan, kebijakan PPATK ini sangat merugikan masyarakat. Sudah ada sejumlah aduan terkait pemblokiran ini yang masuk ke pihaknya.
Salah satunya, soal pemblokiran rekening nasabah secara sepihak oleh salah satu bank karena adanya surat dari PPATK. Pemblokiran dilakukan lantaran rekening tersebut sudah lama tidak ada transaksi, kurang lebih lima tahun terakhir.
“Menurut kami sebagai lembaga perlindungan konsumen, sebenarnya kebijakan dari PPATK ini sangat merugikan konsumen. Dilakukan secara sepihak dan belum terkonfirmasi (ada indikasi kejahatan),” keluh Arianto Harefa saat dihubungi, Rabu (30/7).