"Dikatakan ada 100 Sekolah Rakyat, dua di antaranya ada di Maluku Utara. Pertanyaan saya adalah, SPAM-nya ada nggak? Sanitasinya di mana? Dan jangan sekali-sekali memprioritaskan program prioritas pemerintah pusat dari Pak Prabowo, dibangun, dilakukan, tetapi meninggalkan masyarakat sekitar,” tegas Irine, mengingatkan pentingnya akselerasi pembangunan infrastruktur di daerah-daerah 3T.
Untuk itu, Irine mendesak Kemensos untuk berkoordinasi lebih intensif dengan Kementerian PUPR, PLN, dan pemerintah daerah agar pembangunan Sekolah Rakyat memperhatikan kebutuhan akomodasi dan transportasi guru, serta penyediaan mess atau tempat tinggal bagi guru-guru yang ditempatkan jauh dari rumah mereka.
"Baik dari sisi akomodasi, transportasi, atau mungkin ketersediaan mess untuk tenaga pengajar yang tempat tinggalnya jauh. Karena banyak yang mundur akibat masalah jarak rumah dan tempatnya mengajar berjauhan," ungkap Irine.
Lebih lanjut, Irine menegaskan bahwa meskipun tujuan dari pembangunan Sekolah Rakyat adalah untuk memberikan pendidikan gratis bagi keluarga miskin, keberhasilan program ini sangat bergantung pada pelaksanaan yang terstruktur dan terpadu. "Kalau dari awal fondasinya lemah, ya jangan heran kalau gurunya mundur, anak-anaknya tak bertahan, dan masyarakat kehilangan kepercayaan," ujar Irine.
Dia mengingatkan bahwa Sekolah Rakyat adalah ide yang sangat baik, namun pelaksanaannya harus serius, sistematis, dan berpihak pada masa depan anak-anak Indonesia. (*)