Aturan ini tertuang dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar.
Regulasi tersebut berbunyi: tanah hak milik bisa ditertibkan jika dikuasai oleh pihak lain hingga menjadi kawasan perkampungan; dikuasai pihak lain selama 20 tahun berturut-turut tanpa adanya hubungan hukum dengan pemilik; dan/atau tidak terpenuhinya fungsi sosialnya.
Sementara itu, aturan penertiban tanah dengan SHGU dan SHGB dibuat berbeda dengan penertiban tanah SHM. Berdasarkan PP Nomor 20 Tahun 2021, tanah HGU dan HGB dapat menjadi objek penertiban apabila selama dua tahun sejak diterbitkan haknya tidak diusahakan, tidak digunakan, dan/atau tidak dimanfaatkan sebagaimana peruntukan yang tercantum dalam proposal awal permohonan hak.
Tiga kebijakan di atas menuai pro kontra di kalangan masyarakat, tak terkecuali oleh para pengguna media sosial. Publik mengekspresikan reaksinya dengan melontarkan sindiran di medsos.
"Setelah sawah ngganggur 2 tahun disita negara. Rekening tidak aktifitas 3 bulan dibekukan PPATK. Kini gaya hidup mewah di medsos pun dipantau Ditjen Pajak. Hanya Negara ini aja yang benar-benar ingin memiskinkan warga negaranya demi ambisi duniawi penggede-gedenya. Ya Rabb, ampuni kami," cetus warganet di X.
"Hal hal nganggur tuh urusin pengangguran yg masih banyak di indonesia. Perbanyak lapangan kerja, tingkatin kualitas SDM dengan pendidikan yg baik, perbaiki perputaran roda ekonomi. Tanah sampe rekening nganggur punya rakyat segala lo rusuhin. Punya negara aneh banget," sahut yang lainnya.