Rakyat Indonesia hari ini tidak sedang bermain-main dengan simbol asing apalagi impor ideologi. Mereka sedang mengirim pesan urgen. Alarm bahaya vs alarm bentuk simbol dan gerakan. Pesan dan gerakan tentang ketidakadilan ekonomi, tentang ketimpangan politik, dan tentang rasa kehilangan terhadap makna kemerdekaan yang selama ini diagungkan.
Apa yang disebut sebagai makar dan upaya mengacaukan keamanan dalam narasi politik elite justru membuat rakyat semakin yakin pemerintah tuli dan masa bodoh terhadap berbagai persoalan esensial yang sedang dialami sebagian besar atau nyaris keseluruhan masyarakat Indonesia.
Masyarakat memilih mengkritik dengan cara mengibarkan bendera bajak laut yang juga merupakan bentuk perlawanan damai dari warga negara yang hak-haknya terus-menerus dikerdilkan dan dikhianati oleh sistem yang dibajak oleh segelintir orang yang berkuasa.
Masyarakat tidak bodoh, dimarginalkan secara politik. Mereka tahu bahwa masalah bangsa ini bukan karena rakyat tidak nasionalis, tetapi karena nasionalisme telah dikooptasi menjadi alat legitimasi elite untuk menutup-nutupi kegagalan mereka menjalankan amanat konstitusi.
Ironis dan geli melihatnya ketika peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia justru dijadikan panggung untuk menekan ekspresi publik. Momen yang seharusnya penuh sukacita justru dipenuhi kecemasan akibat ketakutan akan pembungkaman.
Padahal, dalam sejarah bangsa ini, kemerdekaan diperjuangkan bukan hanya untuk bebas dari penjajahan fisik, tetapi juga dari segala bentuk penindasan struktural. Ketika rakyat mulai merasa hari kemerdekaan hanya sekadar seremoni, itu artinya ada yang salah dalam cara negara menjalankan fungsinya.