"Jadi bukan berarti ini membuat kubu Pak Anies atau pun Pak Hasto (PDIP) tidak buas lagi. Tentu akan kita lihat konteks selanjutnya nanti. Tetapi apakah ini mematikan oposisi, saya rasa tidak juga. Karena ini kan tetap ada kepentingan politik 2029, PDIP dan kubu Pak Anies belum tentu mau dengan perjanjian yang dibuat saat ini," tuturnya.
Tetapi paling tidak, kata Sukri, kebijakan ini diambil sebagai bentuk penegasan bahwa kepentingan yang didahulukan oleh Prabowo adalah kepentingan rakyat. Sebab, selama ini rakyat melihat posisi Tom Lembong tidak bersalah dan dihukum, kemudian Prabowo mengambil kebijakan yang senada dengan persepsi masyarakat.
"Jadi meski diberi pengampunan oleh Pak Prabowo, tidak berarti sudah sejalan sepenuhnya. Bisa saja jika ada kebijakan yang merugikan rakyat, saya rasa kubu PDIP dan Pak Anies juga akan tetap berada di pihak masyarakat selaku oposisi," tegasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR RI dari Partai Gerindra Habiburokhman, menegaskan bahwa pemberian amnesti dan abolisi kepada Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto bukan suatu kebijakan istimewa. Bukan juga soal hukum semata, melainkan pelaksanaan hak prerogatif Presiden RI sesuai dengan konstitusi.
Ia menegaskan, Pasal 14 UUD 1945 secara jelas memberikan kewenangan kepada presiden untuk memberikan amnesti dan abolisi.
"Presiden Prabowo dalam hal ini menjalankan hak konstitusionalnya sebagai kepala negara," tegas Habiburokhman.
Terkait dua nama tokoh politik yang belakangan menyita perhatian publik, yakni Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto, Habiburokhman menjelaskan bahwa keduanya tidak melakukan tindak pidana yang memperkaya diri atau merugikan keuangan negara.