Dengan demikian, sudah saatnya kita bergeser dan melakukan perubahan besar menuju Kedaulatan Pangan sejati. Ini bukan hanya soal mengisi perut rakyat, tetapi tentang kemampuan esensial untuk mengendalikan nasib pangan secara utuh dan mandiri, sesuai amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat (1) dan (3) serta UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Di bawah Kepemimpinan Bapak Presiden Prabowo Subianto, Pemerintah melalui tiga pilar utama, Kementerian Pertanian, Badan Pangan Nasional (BAPANAS), Holding BUMN ID FOOD, dan bersama KADIN Indonesia, harus berani keluar dari zona nyaman birokrasi reaktif dan segera bertindak sebagai eksekutor kedaulatan pangan, bukan hanya menjadikan ketahanan pangan sebagai pemanis wacana.
Peran Vital Pilar Kedaulatan Pangan
Kementerian Pertanian sebagai Perancang Utama, Bukan memadamkan kebakaran
Kementerian Pertanian (Kementan) seharusnya menjadi perancang dan konseptor perubahan besar kedaulatan pangan. Namun, Kementerian ini sering kali terlihat hanya sibuk mengurus masalah musiman dan reaktif.
Subsidi pupuk sering tidak tepat sasaran, meninggalkan celah sistemik. Contohnya, pada awal 2024, banyak petani di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan daerah lainnya mengeluhkan kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi akibat regulasi baru berbasis digital (Permentan No. 10 Tahun 2022), yang memicu protes (Kompas & Tempo, Maret-April 2024) dan berpotensi melanggar Pasal 15 UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Selain itu, data produksi yang tumpang tindih dan tidak akurat (produksi padi 2020 mencapai 31,31 juta ton, jauh di bawah target yang ditetapkan, berdasarkan Statistik Pertanian BPS 2020) sering menjadi dasar kebijakan impor yang masuk saat panen raya, langsung menjatuhkan harga jual petani. Ini jelas bertentangan dengan Pasal 17 UU No. 18 Tahun 2012 yang mengamanatkan pemerintah untuk melindungi petani.