BKIPM Lepasliarkan Hasil Karantina Komoditi Laut

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Balai Besar Karantina Ikan Pengendalian Mutu (BKIPM) dan Keamanan Hasil Perikanan Makassar melepasliarkan sejumlah sumber daya laut.
Hal ini sesuai dengan salah satu visi Kementerian Kelautan dan Perikanan yaitu keberlanjutan. Pelepasliaran dilakukan dibeberapa lokasi, antara lain kawasan hutan mangrove Untia, Pulau Kapoposang, Pantai Kuri Maros, Pulau Samalona dan Danau Tanjung Bunga.
Kepala BKIPM Makassar, Sitti Chadidjah mengatakan pelepasliaran ini merupakan komitmen Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menjaga keberlanjutan sumber daya ikan agar tetap lestari.
“Untuk sumber daya ikan yang dilarang, dibatasi maupun dilindungi, BKIPM Makassar akan mengawal aturan dengan meningkatkan kewaspadaan berupa pengawasan 24 jam di pintu pemasukan dan pengeluaran yaitu di bandara, pelabuhan laut dan pelabuhan penyeberangan. Ikan yang dilepasliarkan merupakan hasil penahanan karantina ikan," papar Sitti saat ditemui di ruang kerjanya di jalan Dakota Sudiang Raya Makassar, Sabtu (13/1/18).
Sumber daya laut yang dilepasliarkan yaitu, 2.490 ekor kepiting bakau, 58 ekor lobster, 153 pcs koral sementara itu 4.000 ekor benih ikan mas dan 1.000 ekor benih rajungan telah direstoking ke perairan umum.
"Selain komoditas kepiting, lobster, rajungan, BKIPM Makassar telah melepasliarkan koral hasil penggagalan penyelundupan bekerjasama dengan Polda Sulawesi Selatan," tambahnya.
Untuk menjaga ketersediaan dan keberadaan populasi kepiting bakau di alam, pemerintah mengeluarkan regulasi berupa Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan Atau Pengeluaran Lobster, Kepiting dan Rajungan Dari Wilayah Negara Republik Indonesia.
"Aturan ini menyatakan pada bulan Desember sampai Februari, kepiting bertelur diatas 200 gram bisa dilalulintaskan. Sebaliknya, kepiting bertelur dilarang untuk diperdagangkan pada bulan Februari sampai Desember. Selain itu, untuk kepiting hasil budidaya yang dikirim harus disertai dengan Surat Keterangan Asal (SKA) dari dinas kabupaten/kota setempat," jelas Sitti. (sul/fajar)