7 Manfaat Olahraga Panjat Tebing Penjelasan Ahli Soal Mendengkur Bisa Mematikan Sambut Murid Baru, Sekolah Gelarkan Karpet HijauDi tempat terpisah, Juru Bicara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas), Ade Kusmanto membenarkan bahwa Neil Bantleman bebas dari Lapas Kelas I Cipinang sejak 21 Juni lalu. Kebebasan itu diperoleh setelah pihaknya menerima salinan Keppres Nomor 13/G Tahun 2019 tertanggal 19 Juni 2019. Dalam keppres tersebut, ungkap dia, Neil mendapat pengurangan pidana dari 11 tahun penjara menjadi 5 tahun 1 bulan. Juga, pidana denda Rp 100 juta. Sebelum bebas dari lapas, Neil diwajibkan melunasi denda tersebut sebagai syarat bebas. “Denda itu juga sudah dibayar (Neil Bantleman, Red),” ungkapnya saat dihubungi Jawa Pos. Di bagian lain, pakar pendidikan Totok Amin Soefijanto menilai keputusan presiden memberikan grasi kepada Neil Bantleman pasti diambil melalui pertimbangan yang matang. Menurut dia, yang penting saat ini adalah bersama-sama menjaga agar sekolah tempat anak-anak belajar menjadi aman, nyaman, dan menyenangkan. “Pihak sekolah harus membuka diri untuk menjalin komunikasi dengan orang tua maupun wali murid. Misalnya, menyediakan hotline bila terjadi perundungan, pelecehan, dan tindakan tercela lainnya,” tutur Totok. (jp)
Grasi Pelaku Kejahatan Seksual JIS, Neil Bantleman Tuai Kritik

FAJAR.CO.ID, JAKARTA-- Kasus kejahatan seksual yang terjadi di Jakarta International School (JIS) pada 2014 kembali menjadi sorotan. Sebab, Neil Bantleman, salah seorang terpidana, dinyatakan bebas lantaran menerima grasi dari Presiden Joko Widodo. Tak pelak, keputusan tersebut menuai banyak kritik.
Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait mengingatkan, pada 2016, presiden menetapkan kekerasan seksual kepada anak sebagai kejahatan luar biasa sebagaimana yang dituangkan melalui penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) tentang hukuman kebiri bagi pelaku yang kemudian disahkan menjadi UU Nomor 17 Tahun 2016.
“Itu sebuah komitmen beliau dan tidak ada kata damai dengan kejahatan anak. Tapi, ternyata sekarang mengeluarkan grasi,” ujarnya, (14/7).
Arist kecewa dan menyesalkan keputusan tersebut. Pemberian grasi, kata dia, telah melemahkan gerakan perlindungan anak dari kejahatan seksual yang sudah lama dibangun. Misalnya, yang diamanatkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Gerakan Nasional Anti Kejahatan Seksual terhadap Anak.
Terlebih, grasi diberikan secara tertutup. Keppres diteken pada 19 Juni 2019 dan eksekusi pembebasan dilakukan pada 21 Juni 2019. Sementara itu, publik baru mengetahui pada pertengahan pekan lalu. “Grasi itu hak prerogatif presiden. Mestinya dibuka, sama dengan amnesti terhadap kawan dari NTB (Baiq Nuril, Red),” tegasnya.
Hari ini pihaknya berencana meminta penjelasan melalui surat terkait dengan alasan pemberian grasi. Menurut dia, presiden harus terbuka. “Kita ingin tahu pertimbangan apa yang diambil presiden,” katanya.
Sementara itu, Juru Bicara Kepresidenan, Johan Budi enggan berkomentar dan menyerahkannya kepada pihak lain untuk memberi penjelasan. “Ke Pak Moeldoko (kepala staf kepresidenan, Red) atau Pratikno (menteri sekretaris negara, Red) saja,” ujarnya. Sayangnya, dua pejabat tersebut tidak merespons pertanyaan Jawa Pos (Gruo FAJAR).