Pesimisme di Balik Pidato Optimisme

Setali tiga uang dengan upaya pembumian Pancasila sebagai ideologi, justru penguasa cenderung terjebak dalam politisasi Pancasila dengan menjadikannya sebagai “palu godam” pemukul lawan politik. Kita mengalami krisis figur untuk diguguh publik sebagai sosok Pancasilais. Yang ada justru sebaliknya, sosok yang getol mengklaim diri “aku Pancasila”, justru terlibat kasus korupsi dan suap menyuap. Tak sedikit pula justru mengeluarkan pernyataan yang justru menimbulkan polemik di tengah publik.
Olehnya itu, upaya menjadikan Pancasila sebagai perekat dan pemersatu yang akan mendorong produktivitas masyarakat adalah dengan membawanya ke meja diskusi dan analisa bersama semua komponen bangsa untuk menilai semua produk hukum yang ada, yang telah dibuat dan yang akan dibuat oleh penguasa, apakah telah sejalan dengan Pancasila atau tidak.
Terkait dengan reformasi birokrasi, justru apa yang dijanjikan pada periode pertama kepemimpinan beliau belum terealisasi. Pemanfaatan teknologi informasi belum termanfaatkan dengan baik untuk peningkatan kinerja birokrasi. Porsi APBN masih sangat tinggi untuk belanja birokrasi. Sementara APBN selalu dirancang defisit dan ditutupi dengan utang. Akibatnya, sekalipun nilai APBN dari tahun ke tahun meningkat, tapi nilai utang juga terus bertumbuh.
Terakhir, mengapa isu hukum, korupsi dan HAM luput dari pidato beliau? Ya, karena problem beliau ada disitu. Kita masih ingat seorang koruptor mendapatkan remisi 77 bulan dan yang terbaru seorang predator anak diberi Grasi!