BACA JUGA: Sosok-sosok Pelestari Karya Maestro (1)Puncaknya, ia bisa tampil di hadapan teman-temannya dalam acara perpisahan SMA. Kecintaan itu telah membawanya menekuni dunia musik hingga bangku perkuliahan. Agus sudah paham betul membedakan nada hingga detail-detail terkecil. Pengalamannya di Pendidikan Seni Musik IKIP Yogyakarta menguatkan sensitivitas suara itu. Dari musik tradisional hingga internasional.
Sosok-sosok Pelestari Karya Maestro (2-selesai)

Agus juga tak pernah menyangka, permainan kecapinya bisa merebut tempat di hati masyarakat. Apalagi, penonton jejaring video semacam itu berasal dari kalangan milenial. Segmentasi alat musik tradisional biasanya tidak banyak disukai anak-anak muda zaman sekarang. Bahkan, cenderung ditinggalkan.
Sesungguhnya, ia memulai media sosial Youtube sebagai wadah untuk berbagai aktivitas seni dan musik. Berbagai macam kegiatan maupun materi diunggahnya, sejak 2012 lalu. Banyak alat musik yang juga dimainkannya.
"Ternyata, saat saya memainkan musik kecapi, banyak yang suka. Apalagi saya memainkannya berkali-kali dengan berbagai macam versi dan variasi. Pas lagu dangdut, penontonnya melonjak. Kalau begitu, saya bertahan di sini dan mengolah kecapi dalam berbagai ragam. Begitulah saya menangkap peluang," terang anak keenam dari delapan bersaudara ini
Telinga Agus memang sudah peka dengan berbagai bunyi-bunyian tradisional itu. Sejak lahir 49 tahun silam, lingkungan rumahnya di Sengkang dikepung riuh dengan suara dawai saban hari. Tetangganya sering bermain kecapi dan menyuguhi telinganya dengan suara-suara merdu nan syahdu.
"Malah, biasa orang bertanding antarrumah. Hal itulah yang terus terngiang di kepala saya tentang kesadaran bunyi itu. Akhirnya berlanjut dengan kecintaan alat musik tradisional," ungkapnya.
Agus kecil mencoba lebih banyak memegang berbagai instrumen tradisional itu. Kulitnya akrab dengan tekstur-tekstur kayu kecapi tradisional. Jemarinya pun sudah mahir menari-nari di atas dawai kecapi sejak sekolah dasar (SD).