
Demo Boleh, Jangan Pakai Kekerasan!

Tak ada jalan aman selain berlindung di balik tiang-tiang tembok gerbang DPRD Sulsel itu. Batu-batu pecah menghantam tembok. Suaranya berbaur dengan raungan dan lolongan mahasiswa yang mundur perlahan.
"Pindah ke sini cepat. Cepat kesini," ajak polisi di sebelah pagar lainnya, mengenakan tameng. Karena melihat situasi semakin chaos dengan batu di udara. FAJAR pun langsung mengindahkan seruan polisi itu. Dalam beberapa menit, polisi berlari masuk ke halaman dalam DPRD Sulsel. Menghindari lemparan batu.
Kondisi itu diperparah dengan gas air mata yang menyebar begitu cepat. Mata begitu perih. Apalagi jika tanpa baluran odol di bawah kelopak mata. Adu lempar dari jarak berdekatan itu berlangsung selama beberapa menit. Polisi langsung merangsek keluar setelah mahasiswa mengosongkan jalanan di depan Gedung DPRD Sulsel itu. Mereka berupaya menangkapi satu per satu mahasiswa yang diduga menyebabkan keributan.
[caption id="attachment_506340" align="aligncenter" width="700"]
Polisi berusaha menghalau pengunjuk rasa saat bentrok di depan kantor DPRD Sulsel, Selasa, 24 September. Pengunjuk rasa menolak rencana revisi Undang Undang. ABE BANDOE/FAJAR[/caption]
Tindakan aparat yang terbilang sangat represif itu membuat mahasiswa bersembunyi di rumah atau kios penduduk. Ketahuan langsung diciduk aparat. Pentungan dan bogem mendarat di sekujur tubuh mahasiswa yang kurang beruntung. Tak jarang berbuah pendarahan di kepala. Darah mengucur tak terkira.
Beberapa mahasiswa yang menggotong rekannya yang perempuannya dikarenakan pingsan terkena gas air mata ikut terkena tendangan. Padahal, mereka hanya hendak mengamankan mahasiswi agar tidak tenggelam dalam kerusuhan tersebut. Tak jarang, satu-dua orang kena tarik dari aparat dan tak melanjutkan "pertolongan" terhadap rekan-rekannya itu.
