FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Sengketa kerja sama pengelolaan Pulau Khayangan tak hanya masalah keperdataan. Adanya kerugian negara sesuai hasil audit BPK, membuat masalah ini bisa masuk ranah pidana.
Pakar Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI), Prof Hambali Thalib mengatakan, penyelesaian sengketa Pulau Khayangan harus masuk ranah pengadilan. Bukan lagi ranah mediasi.
Hambali mengemukakan, mediasi hanya bisa dilakukan jika ada pihak yang ingin mengalah. Selama ini, selalu mentok.
"Saran saya gugat melalui pengadilan. Gugatannya dua, yakni perdata, karena wanprestasi dan gugatan pidana karena ada kerugian negara," kata Prof Hambali, Selasa 29 Oktober.
Dia menjelaskan, peluang menang Pemkot Makassar sangat besar jika masuk ranah pengadilan.
Utamanya adalah dasar kepemilikan aset pulau.
Pertama, ada perjanjian kerja sama yang tidak terpenuhi atau wanprestasi antara Pemkot Makassar dan PT Putra Putra Nusantara (PPN) selaku pengelola Pulau Khayangan.
Kedua, Undang-undang Agraria menyatakan pulau dan tanah tumbuh dalam penguasaan negara. Kedua alasan ini sangat mendukung kedudukan Pemkot Makassar.
"Jadi, jangan takut melakukan gugatan. Apalagi ada dukungan Komisi Pemberantasan Korupsi yang bisa menjadi penguat. Ini senjata ampuh," ungkapnya.
Guru besar Fakultas Hukum UMI ini menambahkan, dalam istilah hukum ada asas equality before the law. Semua orang diperlakukan sama di muka hukum. Kata lainnya adalah tidak kebal hukum.
"Hukum itu tidak tebang pilih, sehingga semua pelanggaran akan ditindaki," tambahnya.