Suasana sedikit tegang. Tiba-tiba Pangdam menanyakan wartawan FAJAR. Awalnya, saya kira panglima hendak menumpahkan kemarahan, di tengah-tengah acara keterangan pers. "Contoh itu beritanya FAJAR," kata Panglima. Saya pun lega.
Rupanya, hari itu, berita di media kebanyakan melaporkan penyerangan tentara di Desa Bandri Manurung saja. Sementara, FAJAR menurunkan berita penyerangan itu, lengkap dengan kronologi pemicu penyerangan. Yakni, pengeroyokan seorang tentara bertugas di Yonif 700/Rider saat liburan di Jeneponto. Inilah pemicunya, kemudian ada aksi balas dendam dari rekan-rekan tentara yang jadi korban pengeroyokan.
Dalam berita itu, FAJAR juga menuliskan kronologi pasca penyerangan. Tentara yang meninggalkan Jeneponto terlibat kasus lagi dengan anggota Polantas di Sungguminasa, Gowa. Ada polisi dianiaya dan ditikam karena berusaha mencegat rombongan itu. Namun, satu polisi yang selamat, diam-diam menyamar mengikuti mobil yang digunakan penyerang ke arah Makassar.
Sang polisi baru pulang, setelah memastikan kelompok itu masuk ke Markas Yonif 700/ Rider. Kesaksian polisi inilah yang membongkar kasus penyerangan dengan motto "Cepat, Senyap, Tepat".
Guna mencegah meluasnya peristiwa itu, dilakukan upaya damai. Pangdam membentuk tim dan melakukan kerja bakti, memperbaiki rumah dan fasilitas yang dirusak di Bandri Manurung. Begitu juga dengan kendaraan yang dirusak.
Wartawan, termasuk saya, diajak ke Bandri Manurung untuk melihat langsung kegiatan TNI di sana. Masyarakat pun menerima perdamaian itu. Tentara dan rakyat di sana menyatu lagi.