
Selalu Ramah
Warga selalu antusas menyambut wisatawan yang datang ke Pulau Popoongan, Sabtu, 6 Juni 2020 ( SAHRUL ALIM/ FAJAR)
"Pulau-pulau ini dahulunya jalur perdagangan. Tiap kali menjual, mereka selalu diberhentikan bajak laut. Pelaut dari Sulawesi diambil barangnya saat melintas. Terus menerus. Selama bertahun-tahun. Karena jenuh, mereka ke Majene dan melapor ke kerajaan. Pasukan yang dikirim berhasil mengusir bajak laut," katanya.
Baca Juga: Pulau Malamber: Dahulu Diabaikan Sekarang Diributkan
Kata dia, perjuangan nenek moyangnya merebut kepulauan itu berlangsung sengit. Bahkan setelah diusir kawanan bajak laut itu masih berusaha kembali mau menyerang. "Ketika mau sampai banyak sekali dia lihat perahu sehingga tidak jadi. Padahal hanya ada belasan. Dahulunya nenek kami punya paissangan (ilmu agama) sehingga mereka melihat perahu yang banyak sekali sampai ribuan," katanya.
Cerita ini diamini Pemerhati Maritim Sulbar, Ridwan Alimuddin. Ditemui di rumahnya, ia menelaah berbagai literatur menyangkut gugusan Balabalakang.
"Dari literatur, 1890-an atau awal 1900 di sana dikuasai bajak laut Filipina. Suku Bajo. Bajak laut ini sering mengganggu pelayaran orang Mandar kalau mau ke Kalimantan ikan keringnya. Dahulu sebelum ada es, komoditas laut itu ikan kering. Diutuslah orang jagonya Sendana membasmi itu bajak laut," katanya.
Singkat cerita, pasca perlawanan itu Pua’ Biaya dan Pua’ Aco diberikan hak menguasai Pulau Bala-Balakang. Sejak itu, mulailah orang Tubo, Majene menguasai Saboyang dan Pulau Salissingan diisi oleh orang Rangas, Majene. (bersambung/*)