Jokowi mengatakan dirinya akan melakukan tindakan extra ordinary keras. Dia meminta betul jajarannya untuk mengerti dan memahami apa yang dia sampaikan. Kerja keras dalam situasi seperti ini baginya sangat diperlukan.
’’Kecepatan diperlukan. Tindakan di luar standar saat ini sangat diperlukan dalam manajemen krisis,’’ kata Jokowi di penghujung arahannya. Dalam rapat itu seluruh Menteri terlihat hadir. Termasuk juga Gubernur Bank Indonesia Perry Wariyo.
Khusus soal adanya insentif untuk para tenaga kesehatan yang menangani pasien Covid-19, sudah disampaikan secara langsung oleh Jokowi ke publik 23 Maret lalu. Waktu itu dia menyampaikan di sela peresmian RS Darurat Wisma Atlet. Untuk dokter spesialis Rp 15 juta/bulan, dokter umum atau dokter gigi Rp 10 juta/bulan, bidan atau perawat Rp 7,5 juta/bulan, dan tenaga medis lainnya Rp 5 juta/bulan.
Ternyata lebih dari tiga bulan berselang, insentif yang dijanjikan Jokowi itu tidak kunjung dicairkan. Kondisi ini diakui oleh Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) Ari Fahrial Syam.
’’Iya ini memang masalahnya. Insentif yang dijanjikan belum turun,’’ kata Ari. Kalaupun ada insentif bagi para dokter, itu berasal dari uang rumah sakit sendiri. Kondisi ini ditambah lagi soal dukungan anggaran untuk laboratorium PCR. Nah sampai saat ini dukungan atau support dari Kemenkes dia nilai masih kurang.
Dia menjelaskan sebagai dokter spesialis penyakit dalam, memang tidak terlibat langsung menangani pasien Covid-19. Di lapangan yang menangani pasien Covid-19 adalah dokter spesialis penyakit dalam, konsultan tropik infeksi, dan konsultan paru. Ari mengakui urusan insentif tersebut adalah masalah yang sensitif. Ari juga menyinggung soal dukungan untuk laboratorium yang melaksanakan uji PCR.