Sementara itu, Pengamat Politik UIN Alauddin Makassar, Firdaus Muhammad menyebut ada yang unik dengan keputusan Golkar mengusung None. Menurutnya, ini memberi pembenaran bahwa memang tak ada yang abadi dalam politik. Diketahui selama ini klan Nurdin Halid dan Syahrul Yasin Limpo kerap berhadap-hadapan dalam berbagai agenda politik.
Pada Pilwalkot Makassar 2013 misalnya, klan SYL dan NH pecah meski saat itu, SYL adalah Ketua DPD I Golkar Sulsel dan NH adalah Ketua DPP Partai Golkar. None maju berpasangan dengan Busrah Abdullah yang diusung PPP dan PAN. Sedangkan Nurdin Halid mendorong Supomo Guntur berpasangan dengan Kadir Halid. Keduanya juga beda jalan di Pilgub 2018 lalu.
"Politik itu dinamis, tidak ada musuh atau kawan abadi. Kepentingan pantai bisa mengalahkan semua. Termasuk pertentangan pribadi," kata Firdaus.
Dia juga mengatakan, keputusan Golkar mengusung None karena Nurdin Halid mempersiapkan generasinya. Salah satunya adalah putra Nurdin Halid, Zunnun. Dimana awalnya, Zunnun akan diduetkan dengan Danny Pomanto, namun Danny memilih mengutamakan Nasdem dan meninggalkan Golkar.
Menurut Firdaus, langkah Golkar membangun regenerasi adalah sesuatu yang baik. "Saat ini kan, kader tidak memiliki kekuatan cukup besar. Sehingga harus mencari orang luar yang ditarik jadi kader. Ini yang sedang dibenahi Golkar," sebutnya.
Ketua DPD II Golkar Makassar, Farouk M Betta alias Aru menyambut baik keputusan DPP dan DPD I Golkar. Dia pun mengimbau kader dan simpatisan DPD II Golkar Makassar untuk bergerak bersama memenangkan calon wali kota Makassar pilihan Golkar. "DPP sudah mengambil keputusan berdasarkan perkembangan dan dinamika politik yang berkembang. Pak Irman sudah dipilih," jelas Aru.