FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Penjabat sementara (Pjs) akan mengisi kekosongan pemerintahan di 12 daerah yang akan menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak. Para pejabat diminta tidak membawa kepentingan politik.
Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Pemprov Sulsel, Hasan Basri Ambarala mengatakan, mulai 26 September, sejumlah kepala daerah yang akan maju atau berstatus petahan di pilkada serentak mulai cuti.
Dari 12 daerah ada tujuh wilayah yang hampir pasti diisi Pjs Bupati. Di antaranya; Tana Toraja, Toraja Utara, Selayar, Soppeng, Gowa, Luwu Timur, dan Luwu Utara.
Adapun daerah lainnya yang belum dipastikan akan diisi Pjs adalah Kabupaten Barru. Sedangkan, Bulukumba, Maros, Pangkep, bupati yang menjabat dipastikan tak lagi maju. Sedangkan Kota Makassar sudah diisi penjabat wali kota.
"Barru kan belum pasti wakilnya akan maju atau tidak. Kalau tidak (maju pilkada) otomatis wakil yang akan mengganti sebagai Plt. Kalau Bulukumba, Pangkep, dan Maros bupatinya sudah dua periode dan baru selesai Februari," bebernya.
Dijelaskannya, posisi mereka kali ini pun sebagai Pjs. Hal ini dikarenakan mereka hanya mengisi kekosongan selama kepala daerah cuti kampanye. Kewenangannya pun terbatas.
Para Pjs juga tak menggunakan lambang garuda layaknya Penjabat. Ada batasan kebijakan dikarenakan kepala daerah defenitif tetap akan kembali ke posisinya usai cuti.
Bagaimana prosedur usulan? Menurutnya, prosedur usulannya tetap sama. Tiga nama diajukan gubernur ke Kemendagri, yang kemudian di SK-kan Mendagri. "Nantinya Pjs akan menjabat mulai 26 September hingga berakhir 9 Desember," tambahnya.
Meski belum diumumkan, sejumlah nama mulai mencuat terkait pengisian posisi Pjs bupati. Tiga nama yang mulai mencuat adalah Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP Jayadi Nas, Asisten I Pemprov Sulsel, Andi Aslam Patonangi, dan Kadis Pariwisata Sulsel, Denny Irawan.
Bahkan sudah ada sejumlah spekulasi untuk pengisian posisi Pjs bupati. Misalnya saja Jayadi Nas yang diisukan untuk mengisi kekosongan di Gowa atau di Kabupaten Soppeng.
Soal itu, pengamat pemerintahan Unismuh Andi Luhur Priyanto mengatakan, sesuai regulasi, Pjs memang akan mengisi kekosongan jabatan hingga pemilihan dan kepala daerah definitif kembali dari cuti kampanye. Masa jabatan Pjs tentu cukup strategis. Sehingga perlu pertimbangan matang dalam penentuan figur.
Selain syarat administratif, kata dia, seorang Pjs kepala daerah harus memiliki kompetensi dan rekam jejak yang positif. Apalagi menjadi pemimpin transisi di era pilkada, dengan derajat kompleksitas masalah dan dinamika yang begitu tinggi.
"Idealnya figur pemimpin yang dipilih adalah tokoh yang memiliki reputasi kepemimpinan yang baik. Kemudian bisa di terima komunitas dan golongan masyarakat yang plural," bebernya.
Ia pun berharap Pjs dipilih karena pertimbangan profesionalisme dan kapabilitas pemerintahannya. Bukan karena pertimbangan politik elektoral di masa depan. Gubernur juga sebaiknya menghindari penunjukan Pjs kepala daerah berdasar pada titipan kelompok politik tertentu.
Terpisah, Pengamat Politik Unhas, Andi Ali Armunanto juga berharap mereka yang ditunjuk tidak punya kepentingan politik. Apalagi berpihak pada Kantidat tertentu dan tindakannya merugikan calon lain. Mereka mesti bersikap netral di pilkada.
Ia yakin Bawaslu juga akan jeli melihat pelanggaran yang dilakukan apabila nantinya Pjs berpihak ke kandidat tertentu. Kata dia, tugas mereka yakni melanjutkan pemerintahan selama pejabat defenitif cuti resmi diluar tanggungan negara.
"Terpenting tidak ada konflik kepentingan. Bebas konflik politik yang bisa saja mengganggu jalannya pemerintahan. Tugas mereka memastikan pemerintahan tetap berjalan," tambahnya. (ful/abg/fajar)