Tanaman ini mengandung senyawa flavonoid dan terpenoid yang bermanfaat sebagai antioksidan. Indeks antioksidatif ekstrak kayu sepang lebih tinggi dari pada antioksidan komersial.
Fungsinya menangkal radikal bebas oksidatif. Radikal bebas dapat merusak sel-sel tubuh dengan menyerang lipid, protein, enzim, karbohidrat, dan DNA. Sepang juga bermanfaat sebagai ramuan obat tradisional untuk berbagai penyakit kronis dan degeneratif.
Pemanfaatan bahan alami dapat menghasilkan residu yang lebih mudah terdegradasi dibandingkan bahan sintetik. Selain itu, efek sampingnya dapat diminimalisasi.
Tak hanya bagi manusia, kehadiran pohon sepang rupanya juga bermanfaat untuk kelestarian hayati satwa. Terutama jenis Burung Kacamata Makassar (Zosterops Anomalus) dan Burung Kacamata Sulawesi (Zosterops Consobrinorum). Keduanya endemik dan terancam punah.
Pohon sepang yang dibudidayakan Wawan, sapaan akrab Darmawan Denassa sudah ada yang berbuah. Bahkan menghasilkan bibit baru.
Bibit itu kemudian ditanam lagi. Ada pula yang dikirim ke Bali untuk dibudidayakan di sana. "Selama ini belum ada budidaya sappang (sepang) di Sulsel. Yang ada tumbuh liar dan ditebang terus menerus," ujarnya prihatin, Jumat (09/10/2020).
Di lahan milik Wawan, sepang yang ditanamnya baru berbuah ketika masuk umur 4 tahun. Berbeda yang dikirim ke Bali. Di Pulau Dewata itu, sepang dari Wawan bisa berbuah dalam waktu sembilan bulan saja.
"Ini soal perlakuan. Di sini (Rumah Hijau Denassa), sappang ditanam di antara ribuan pohon yang harus diselamatkan juga, makanya mungkin susah berbuah cepat," bebernya.